Ghibah bukan lagi kata yang asing terdengar di telinga kita bukan? Kata ini kerap kali merujuk pada aktivitas bergosip atau bergunjing. Lantas apa sih sebenarnya arti ghibah itu?
Dalam bahasa Arab, ghibah merujuk pada membicarakan keburukan atau celaan seseorang, khususnya ketika percakapan terjadi tanpa kehadiran subjek yang dibicarakan.
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ghibah artinya membicarakan keburukan (keaiban) orang lain; bergunjing Gibah sendiri disebut dapat terjadi secara lisan, tulisan, atau bahkan hanya dengan bahasa tubuh.
Rasulullah SAW bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya: ‘Tahukah kamu, apakah gibah itu?’. Para sahabat menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: ‘Gibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.’
Seseorang bertanya, ‘Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?’. Beliau berkata, ‘Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya.’.
Secara lisan, gibah terjadi saat sekelompok orang membicarakan keburukan orang lain yang tidak ada di sana. Sementara dalam bentuk tulisan, gibah bisa berbentuk surat atau bentuk publikasi apa pun dalam berbagai medium.
Hukum ghibah dalam Islam
Dari sana, sudah jelas bahwa Islam melarang keras kebiasaan gibah. Tak main-main, gibah bahkan tergolong sebagai dosa besar.
Larangan ini juga tersemat dalam ayat suci Al-Qur’an surat Al Hujurat ayat 12.
-يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرً۬ا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٌ۬ۖ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُڪُمۡ أَن يَأۡڪُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتً۬ا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ۬ رَّحِيمٌ۬ -١٢
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan prasangka karena sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa. Janganlah kamu sekalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu sekalian bergibah( menggunjing) satu sama lain. Adakah seseorang di antara kamu sekalian yang suka makan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang.”
Kutipan ayat Al-Qur’an ini mengisyarakatkan kesamaan dosa gibah dengan memakan daging bangkai saudara sendiri.
Lebih berat daripada zina
Mengutip NU Online, diriwayatkan bahwa pada zaman Rasulullah SAW, apabila ada orang yang bergibah, maka hukumannya akan langsung diperlihatkan. Misalnya saja, dua wanita yang Rasulullah perintahkan untuk memuntahkan darah kental dari mulutnya setelah menggunjing saudaranya.
Pada zaman itu, gibah bahkan lebih berat daripada zina. Hal ini juga tercantum dalam salah satu hadis.
الْغِيبَةُ أَشَدُّ مِنَ الزِّنَا . قِيلَ: وَكَيْفَ؟ قَالَ: الرَّجُلُ يَزْنِي ثُمَّ يَتُوبُ، فَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِ، وَإِنَّ صَاحِبَ الْغِيبَةِ لَا يُغْفَرُ لَهُ حَتَّى يَغْفِرَ لَهُ صَاحِبُهُ
“Gibah itu lebih berat dari zina. Seorang sahabat bertanya, ‘Bagaimana bisa?’. Rasulullah SAW menjelaskan, ‘Seorang laki-laki yang berzina lalu bertobat, maka Allah bisa langsung menerima tobatnya. Namun, pelaku gibah tidak akan diampuni sampai dimaafkan oleh orang yang digibahnya.” (HR At-Thabrani).
Dalam Islam, ghibah ternilai sebagai tindakan yang sangat tercela. Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan tegas menekankan pentingnya menjauhi perbuatan ini dalam banyak hadisnya. Menggunjing tidak hanya merusak hubungan antar sesama manusia, tetapi juga menimbulkan kerusakan dalam kehidupan sosial dan spiritual.
Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita harus memperhatikan setiap perkataan dan tindakan kita, menjaga lidah agar tidak terjatuh dalam perbuatan yang menyakitkan hati orang lain serta membangun budaya saling menghormati dan menyayangi sesama, sebagai wujud pengabdian kepada Allah SWT.