Tasikmalaya – Dengan tekad baja yang mengalir seperti sungai yang tetap deras meski terhalang batu, dua mahasiswa disabilitas Universitas Terbuka (UT) memantapkan langkah usai menyelesaikan ujian tatap muka di SMAN 5 Tasikmalaya. Gilang Ramadhan dan Fadilah Aulia, masing-masing dari Program Studi Sistem Informasi UT Bandung, berhasil melewati ujian yang penuh tantangan lokasi dan aksesibilitas.
Di hari yang sama, giliran Gilang Ramadhan menjalani ujian tatap muka kedua. Ia menceritakan bahwa fleksibilitas pembelajaran jarak jauh UT menjadi alasan utama ia memilih melanjutkan studi di sana. “Kuliah online dan jarak jauh sangat membantu kondisi saya,” kata Gilang.
Ia juga menjelaskan bahwa pengalaman belajar daring berjalan lancar, khususnya lewat modul UT yang dirancang mandiri sesuai kecepatan masing-masing. Namun, perasaan gugup tetap menyertai saat menjejakkan kaki di ruang ujian fisik.
“Ada rasa takut, tapi saya persiapkan dengan belajar intensif,” ujarnya.
Tantangan terbesar Gilang muncul saat mengetahui awalnya ruang ujian berada di lantai tiga gedung, yang berarti harus melewati tangga. Menyadari hal itu, panitia akhirnya memindahkan ruangan ke lantai dasar.
“Alhamdulillah, akhirnya saya bisa menjalani ujian tanpa kesulitan akses,” tuturnya.
Di kesempatan lain, Fadilah Aulia juga berbagi pengalamannya usai menjalani ujian tatap muka semester dua. Ia memperkenalkan diri sebagai mahasiswa Sistem Informasi UT Bandung dan menyampaikan bahwa modul-modul UT sangat membantu persiapan ujian.
“Belajarnya lancar dan mandiri,” ungkap Fadilah yang sempat merasa gugup sebelum menghadapi ujian.
Ia menambahkan bahwa ketidaktahuan soal lokasi ruang ujian menjadi tantangan utama
“Kami tidak tahu akan ditempatkan di lantai berapa, jadi sempat bingung,” katanya.
Namun, berkat koordinasi dengan panitia dan pemberian informasi lebih dulu, kebingungan itu akhirnya teratasi.
Kedua mahasiswa memberikan apresiasi pada SMAN 5 Tasikmalaya karena fasilitas dan jalur aksesibilitas yang cukup mendukung kebutuhan pengguna kursi roda, seperti pintu yang ramah, jalur landai, dan toilet yang memadai. Selain itu, komunikasi awal dengan panitia terkait kebutuhan khusus sangat membantu kelancaran ujian.
“Saya berharap UT bisa lebih proaktif mengidentifikasi mahasiswa disabilitas sebelum ujian,” kata Gilang, menyoroti pentingnya penempatan ruang yang sesuai sejak awal.
Harapan serupa disampaikan Fadilah dan Gilang kepada UT serta semua lembaga pendidikan tinggi: agar lebih memperhatikan dan memfasilitasi mahasiswa penyandang disabilitas secara lebih sistematis.
“Tetap semangat dan jangan ragu untuk melanjutkan pendidikan. Walaupun ada hambatan, semua itu pasti bisa dilewati. Kejar cita-cita,” pungkas Gilang.