Ghibah atau menggunjing merupakan dosa lisan yang sering dianggap remeh, padahal dampaknya sangat besar. Dalam Islam, ghibah didefinisikan sebagai menyebut keburukan seseorang yang jika ia mendengarnya, akan merasa tersinggung, meskipun apa yang dikatakan itu benar. Rasulullah ﷺ bersabda:
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ
“Engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang ia benci.” (HR. Muslim)
Banyak orang terjatuh dalam dosa ghibah tanpa menyadarinya. Lalu, bagaimana cara menebus dosa tersebut? Imam Hakim menyampaikan bahwa salah satu caranya adalah dengan memohonkan ampun bagi orang yang telah digunjing.
Cara Menebus Dosa Ghibah
Jika ghibah tidak sampai kepada orang yang digunjing, cukup dengan memohonkan ampun untuknya. Tidak perlu mendatanginya untuk meminta maaf, karena justru bisa menimbulkan masalah baru.Sebagian ulama menganjurkan membaca doa berikut:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلَهُ
“Ya Allah, ampunilah kami dan dia.”
Jika ghibah sudah sampai kepada orang yang digunjing, maka wajib meminta maaf kepadanya. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ
“Siapa yang pernah berbuat zalim kepada saudaranya, baik dalam hal kehormatan maupun lainnya, maka hendaknya ia meminta maaf sebelum datangnya hari (kiamat) yang tidak ada dinar dan dirham.” (HR. Al-Bukhari)
Namun, jika tidak memungkinkan untuk meminta maaf secara langsung—misalnya karena orang yang digunjing telah meninggal dunia atau sulit ditemukan—cukup dengan memohonkan ampunan untuknya serta mendoakan kebaikan baginya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
الدُّعَاءُ لِلْمُسْلِمِ أَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابٌ
“Doa seorang Muslim untuk saudaranya yang tidak diketahui olehnya adalah doa yang mustajab.” (HR. Muslim)
Jika orang yang digunjing sudah wafat, tidak wajib meminta maaf kepada ahli warisnya. Sebagai ganti, dianjurkan untuk memperbanyak istighfar dan melakukan amal kebaikan atas namanya.
Salah satu bentuk penebusan yang disarankan ulama adalah bersedekah atas nama orang tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah
ﷺ:الصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ
“Sedekah itu menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. At-Tirmidzi)
Menghindari Ghibah Sebelum Menyesal
Menjaga lisan lebih mudah daripada harus menanggung konsekuensi ghibah di dunia maupun akhirat. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًۭا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌۭ رَّحِيمٌ
“Janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kalian merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
Ghibah tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga menjadi dosa yang sulit ditebus. Oleh karena itu, lebih baik menjaga lisan dan memperbanyak dzikir, agar hati dan perkataan tetap bersih dari hal-hal yang dapat menyakiti orang lain.
Wallahu a’lam bish-shawab.