Pernikahan Aisyah dengan Nabi Muhammad ﷺ sering menjadi perbincangan dari sudut pandang modern. Namun, jika melihat dari perspektif budaya Arab abad ke-7, pernikahan di usia muda bukanlah hal yang aneh. Tradisi ini juga berlaku di banyak peradaban lain pada masa itu.
Pada zaman tersebut, kedewasaan perempuan diukur bukan dari usia angka, melainkan tanda biologis seperti menstruasi yang menandakan kesiapan fisik untuk menikah dan memiliki keturunan. Jika seorang gadis sudah mengalami pubertas, ia dianggap siap menikah.
Selain itu, pernikahan sering kali digunakan sebagai cara untuk memperkuat hubungan sosial dan politik. Pernikahan Nabi dengan Aisyah juga menjadi bagian dari penguatan hubungan dengan Abu Bakar, sahabat terdekat Nabi dan salah satu pemimpin awal Islam.
Apakah Pernikahan Dini Wajar di Zaman Itu?
Pernikahan dini bukan hanya terjadi di dunia Islam, tetapi juga di berbagai peradaban lain:
- Romawi & Yunani Kuno: Gadis-gadis sering menikah di usia 12-14 tahun. Kaisar Augustus bahkan menetapkan usia minimal pernikahan perempuan adalah 12 tahun.
- Eropa Abad Pertengahan: Margaret Beaufort, ibu Raja Henry VII dari Inggris, menikah pada usia 12 tahun dan melahirkan di usia 13 tahun.
- Asia & Timur Tengah: Dalam banyak masyarakat agraris, pernikahan dini dianggap penting untuk keberlangsungan keturunan dan ekonomi keluarga.
Tokoh Sejarah Lain yang Menikahi Perempuan Muda
Fenomena ini juga terjadi pada banyak tokoh bersejarah:
- Raja Louis IX dari Prancis menikahi Margaret of Provence saat berusia sekitar 12 tahun.
- Henry VIII dari Inggris bertunangan dengan Catherine of Aragon saat masih berusia 6 tahun.
- Dinasti Ming & Qing di China menikahkan putri-putri mereka dalam usia belasan tahun demi kepentingan politik.
- Amerika Serikat abad ke-19, pernikahan dini masih terjadi di komunitas pedesaan hingga awal abad ke-20.
Pandangan Modern tentang Pernikahan DiniSaat ini, banyak negara telah menaikkan batas usia minimum pernikahan untuk melindungi hak anak dan memastikan kesiapan mental serta fisik mereka. Organisasi seperti PBB dan UNICEF menganggap pernikahan anak sebagai bentuk eksploitasi.
Namun, dalam sejarah, pernikahan dini adalah hal yang lumrah di berbagai peradaban. Dalam kasus Aisyah, penting untuk memahami konteks zamannya, bukan menilainya dengan standar moral modern.