Sangatta – Peringatan Hari AIDS Sedunia 2024 dimanfaatkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kutai Timur untuk meningkatkan edukasi masyarakat terkait ancaman HIV/AIDS. Mengusung tema “Hak Setara untuk Semua, Bersama Kita Bisa”, Dinkes menekankan pentingnya pemberantasan stigma, diskriminasi, dan ketidaksetaraan dalam penanganan HIV/AIDS.
Kepala Dinkes Kutai Timur, dr. Bahrani, mengungkapkan bahwa pemahaman masyarakat terhadap faktor risiko dan upaya pencegahan menjadi kunci utama dalam mengatasi epidemi ini. “Kami berharap masyarakat Kutai Timur semakin terbuka terhadap informasi terkait HIV/AIDS dan melakukan langkah preventif untuk mencegah penularannya,” ujarnya.
Berdasarkan data terbaru, terdapat peningkatan signifikan kasus HIV/AIDS di Kutai Timur hingga November 2024, mencapai 140 kasus baru. Angka ini melonjak dari tahun sebelumnya yang hanya mencatat 99 kasus. “Banyak kasus HIV/AIDS tidak terdeteksi karena infeksi sering kali tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun,” jelas dr. Bahrani.
Dinkes mengidentifikasi lima faktor utama penularan HIV/AIDS di wilayah ini, yaitu Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL), Wanita Penjaja Seks (WPS), pasangan Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV), pasien tuberkulosis (TBC), dan ibu hamil. Salah satu yang menjadi perhatian adalah rendahnya penggunaan kondom di kalangan WPS.
“Kondom adalah intervensi paling efektif untuk mencegah HIV/AIDS, namun tingkat penggunaannya masih sangat rendah,” tambahnya.
Dinkes juga memastikan layanan kesehatan yang ramah dan inklusif bagi populasi kunci. Tes HIV gratis kini tersedia di beberapa pusat layanan kesehatan, dan distribusi kondom dilakukan secara luas. Selain itu, edukasi berkelanjutan digalakkan melalui penyuluhan di komunitas dan sekolah.
“Tes HIV gratis adalah langkah awal penting untuk deteksi dini. Pengobatan ARV juga harus mudah diakses tanpa diskriminasi,” kata Bahrani.
Menghapus stigma terhadap ODHIV menjadi fokus utama. Menurut dr. Bahrani, stigma adalah hambatan terbesar dalam penanganan HIV/AIDS. “Kita harus menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana ODHIV merasa diterima dan tidak dihakimi,” tegasnya.
Dinkes Kutai Timur optimis dapat mencapai target Ending AIDS 2030 dengan sinergi lintas sektor. Pemerintah daerah, LSM, komunitas lokal, dan sektor swasta diharapkan berperan aktif menciptakan program inklusif.
“Semua pihak harus terlibat untuk memastikan hak yang setara bagi semua individu,” pungkasnya.

