Yogyakarta – Di tengah gegap gempita perayaan Tawur Agung Kesanga di pelataran Candi Prambanan, Menteri Agama Nasaruddin Umar tak sekadar hadir secara simbolis. Ia membawa pesan penting: menjadikan agama sebagai jembatan merawat bumi.
Dalam prosesi sakral yang digelar umat Hindu pada Jumat (28/3/2025) itu, Menag menekankan bahwa nilai-nilai spiritual Nyepi selaras dengan gagasan eko-teologi, yakni menjadikan keimanan sebagai penggerak kepedulian terhadap lingkungan.
“Agama harus mampu menumbuhkan kesadaran manusia mencintai alam. Tawur Agung ini adalah simbol pembersihan alam semesta. Inilah bentuk nyata ajaran Tri Hita Karana,” kata Nasaruddin di hadapan ribuan peserta upacara.
Upacara Tawur Agung Kesanga merupakan bagian penting dari rangkaian Nyepi, yang bertujuan menyucikan buana agung dan buana alit—alam besar dan alam diri. Dalam konteks kekinian, momen ini dinilai relevan untuk mengajak masyarakat merefleksi peran spiritualitas dalam menjaga harmoni ekologis.
Tema nasional Nyepi tahun ini, Manawasewa Madhawasewa, Menuju Indonesia Emas 2045, menurut Nasaruddin, menyatukan semangat pelayanan kepada sesama dan Tuhan dalam upaya membangun masa depan Indonesia yang berkelanjutan.
“Ini bukan sekadar ritual tahunan. Ini adalah pengingat bahwa kedamaian batin harus berjalan seiring dengan kepedulian terhadap semesta,” tambahnya.
Dari prosesi Melasti hingga Tawur Agung, masyarakat Hindu tidak hanya menjalankan kewajiban spiritual, tetapi juga menampilkan budaya yang kaya dengan nilai-nilai kehidupan. Perayaan ini pun dinilai menjadi momentum tepat untuk memperkuat solidaritas lintas agama dalam menjaga bumi sebagai rumah bersama.
Dengan menggandeng semangat spiritual dan lingkungan, Menag berharap nilai-nilai Nyepi bisa menular ke seluruh lapisan bangsa, menjadikan Indonesia tak hanya toleran, tapi juga lestari.
