Jakarta – Industri perhotelan nasional tengah menghadapi tekanan berat akibat kombinasi kebijakan efisiensi belanja negara dan merosotnya daya beli masyarakat. Ketua Persatuan Pengusaha Hotel Indonesia, Hariyadi Sukamdani, menyatakan bahwa kondisi ini sangat memprihatinkan dan berpotensi menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor akomodasi.
“Ini bukan hanya karena pemotongan anggaran, tapi ekonomi kita juga terus merosot,” ujar Hariyadi pada Ahad (1/6/2025).
Kondisi ini diperparah oleh kebijakan pemerintah pusat yang memangkas anggaran belanja kementerian/lembaga dan transfer ke daerah melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Total pemangkasan mencapai Rp306,69 triliun, dengan Rp256,1 triliun berasal dari belanja kementerian/lembaga dan Rp50,59 triliun dari dana transfer ke daerah.
Menurut anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, M Taufik Zoelkifli, pemangkasan ini berdampak langsung terhadap penurunan okupansi hotel, khususnya di ibu kota. Ia menyoroti bahwa rapat dan pertemuan yang sebelumnya rutin dilakukan di hotel, kini dialihkan ke kantor kementerian atau gedung pemerintah.
Taufik juga menyebutkan bahwa lemahnya daya beli masyarakat membuat minat menginap di hotel turun signifikan. Untuk menghindari dampak lebih luas, ia mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi wisata lokal demi menggairahkan kembali sektor perhotelan.
“Jika tidak segera ada upaya konkret, ancaman PHK massal akan menjadi kenyataan di industri ini,” ujarnya.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, turut memperingatkan bahwa jika tren ini berlanjut, sejumlah hotel di Jakarta bisa tutup permanen. Ia menekankan bahwa sektor hotel yang rentan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah karena kontribusinya terhadap ekonomi daerah.
Pada kuartal pertama 2025, pemerintah nyaris tidak melakukan belanja akomodasi. Dua hotel di Bogor, Sahira Butik Hotel Paledang dan Sahira Butik Hotel Pakuan, telah berhenti beroperasi sejak Maret.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa langkah efisiensi anggaran ini diambil untuk mengalihkan alokasi dana ke program prioritas seperti makan bergizi gratis, swasembada pangan dan energi, serta peningkatan layanan kesehatan.
Namun, pelaku industri perhotelan berharap agar pemerintah juga memperhatikan keseimbangan dalam kebijakan fiskal agar sektor jasa seperti perhotelan tidak terpuruk terlalu dalam.