Jakarta – Kasus kriminalisasi guru kembali menjadi perhatian khusus pada peringatan Hari Guru Nasional 2024. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menegaskan komitmen pemerintah untuk melindungi para pendidik dari ancaman hukum yang tidak adil.
“Kementerian juga berusaha menjamin keamanan para guru agar dapat bekerja dengan tenang dan terbebas dari segala bentuk intimidasi,” ujar Abdul Mu’ti dalam pidatonya di Jakarta, Senin (25/11/2024). Meski begitu, ia mengingatkan bahwa guru tidak boleh melakukan kekerasan dalam bentuk apa pun kepada siswa.
Sebagai langkah nyata, Kemendikdasmen akan menjalin kerja sama dengan Polri melalui nota kesepahaman. Kerja sama ini bertujuan agar kasus-kasus kekerasan dalam pendidikan dapat diselesaikan secara damai melalui pendekatan restorative justice. Hal ini dirancang untuk mencegah guru langsung dijerat hukum pidana tanpa penanganan yang adil.
Nota kesepahaman tersebut mencakup perlindungan hukum bagi guru dari intimidasi, diskriminasi, hingga ancaman kekerasan. Jika ada laporan pelanggaran oleh guru, Polri dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) akan berkoordinasi untuk penyelidikan. Jika tidak terbukti pidana, kasus akan diserahkan kepada Dewan Kehormatan Guru (DKG) untuk penyelesaian lebih lanjut.
Namun, meskipun ada upaya perlindungan ini, kasus kriminalisasi guru tetap terjadi. Salah satu contoh terbaru adalah kasus Supriyani, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Ia ditahan dengan tuduhan memukul siswa yang merupakan anak seorang anggota kepolisian.
Supriyani menyangkal tuduhan tersebut dan mengaku sempat mendapat tekanan serta upaya pemerasan. Kasus ini memicu aksi protes dari sesama guru hingga akhirnya jaksa menuntut Supriyani bebas.
Menurut data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, lebih dari 150 kasus kriminalisasi guru tercatat sejak 2015 hingga 2020. Sebagian besar kasus ini terjadi karena tindakan pendisiplinan terhadap siswa.
Namun di sisi lain, laporan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menunjukkan bahwa kekerasan di lingkungan sekolah masih menjadi persoalan. Sepanjang Januari hingga Juli 2024, terjadi 15 kasus kekerasan yang melibatkan guru, siswa, dan kepala sekolah. Sebanyak 20 persen kasus kekerasan ini dilakukan oleh guru.
Pemerintah berharap, melalui kerja sama yang erat antara Polri dan PGRI, perlindungan terhadap guru semakin kuat, tanpa mengabaikan pentingnya menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas kekerasan. “Guru adalah pilar utama pendidikan. Perlindungan hukum harus seimbang dengan tanggung jawab untuk mendidik tanpa kekerasan,” tegas Abdul Mu’ti.