Sejarah baru tercipta. Timnas Putri Indonesia sukses mengukir namanya di Piala AFF 2024 dengan meraih gelar juara untuk pertama kalinya. Kemenangan 3-1 atas Kamboja menjadi simbol kebangkitan sepak bola wanita Indonesia, meski dihadang tantangan besar, seperti ketiadaan liga profesional yang konsisten.
Dalam perjalanan menuju final, Tim Garuda Pertiwi menunjukkan performa luar biasa di bawah pelatih Satoru Mochizuki. Umpan-umpan matang dan taktik yang rapi menggambarkan kesungguhan mereka.
Tak hanya itu, mereka mencatatkan tonggak sejarah sebagai tim pertama yang mampu menjadi juara di tengah minimnya dukungan infrastruktur dan liga domestik. Namun, kemenangan ini menyisakan pertanyaan besar.
Di tengah euforia, netizen dan penggemar sepak bola wanita menuntut PSSI untuk segera merealisasikan janji mereka: menghidupkan kembali Liga 1 Putri.
Dalam beberapa tahun terakhir, sepak bola wanita di Indonesia menghadapi kesenjangan besar dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Absennya kompetisi reguler membuat tim putri sulit berkembang. Bahkan, sebelum Piala AFF, mereka hanya mengandalkan laga uji coba internasional untuk mempersiapkan diri.
Di bawah PSSI, hanya segelintir klub yang aktif mendukung pembinaan sepak bola wanita. Padahal, negara-negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam sudah memiliki liga profesional yang berjalan secara konsisten. Kemenangan atas Kamboja membuktikan potensi besar yang dimiliki para pemain Indonesia, tetapi keberlanjutannya tetap menjadi tantangan.
PSSI sebagai induk organisasi sepak bola nasional memikul tanggung jawab besar untuk memastikan keberlanjutan prestasi ini. Dalam beberapa kesempatan, Ketua Umum PSSI Erick Thohir berjanji akan membangun fondasi yang kuat bagi sepak bola wanita. Namun, janji ini belum menunjukkan hasil nyata.
Ketiadaan liga berdampak langsung pada regenerasi pemain. Para pemain muda kehilangan wadah untuk mengasah kemampuan. Bahkan, pemain-pemain seperti Reva Octaviani dan Sydney Sari Hooper hanya mengandalkan kompetisi antar sekolah atau perguruan tinggi untuk tetap aktif.
Dari sisi sosial, sepak bola wanita masih sering dipandang sebelah mata. Minimnya pemberitaan di media arus utama hingga anggapan bahwa sepak bola bukan “dunia wanita” menjadi hambatan besar. Kondisi ini kontras dengan respons netizen yang justru menunjukkan dukungan besar pasca kemenangan Garuda Pertiwi di Piala AFF.
Untuk memastikan prestasi ini bukan hanya keberuntungan sesaat, beberapa langkah konkret perlu diambil oleh PSSI dan pemangku kepentingan lainnya. Mengaktifkan kembali Liga 1 Putri adalah langkah utama yang harus diwujudkan. Kompetisi reguler adalah kunci untuk mengembangkan bakat dan meningkatkan kualitas pemain.
Liga itu, bahkan jika awalnya hanya melibatkan beberapa tim, akan memberikan peluang bagi para pemain untuk berkompetisi dan berkembang. Dukungan finansial juga menjadi elemen penting. PSSI harus menggandeng sponsor untuk memastikan keberlanjutan liga. Pendekatan kepada perusahaan-perusahaan besar, seperti yang dilakukan dalam liga pria, harus menjadi prioritas utama.
Mengubah pandangan masyarakat terhadap sepak bola wanita membutuhkan usaha jangka panjang melalui edukasi dan kampanye kesetaraan gender dalam olahraga. Selain itu, program pembinaan usia dini harus diperkuat. PSSI dapat bermitra dengan sekolah dan akademi olahraga untuk menciptakan ekosistem pembinaan yang solid.
Kemenangan Garuda Pertiwi di Piala AFF 2024 adalah momentum emas untuk memperbaiki masa depan sepak bola wanita di Indonesia. Jangan biarkan kegemilangan ini menjadi sekadar cerita manis tanpa keberlanjutan.
Sepak bola wanita Indonesia telah membuktikan potensinya. Kini saatnya semua pihak, dari PSSI hingga masyarakat, bekerja bersama untuk memastikan kemenangan ini adalah awal dari perjalanan panjang menuju kejayaan yang lebih besar.
