Sultan Aji Muhammad Sulaiman, yang bergelar Al Adil Khalifatul Amirul Mu’minin Filibalde Kutai, merupakan Raja Kutai Kartanegara Ing Martadipura ke-17 yang memerintah pada 1850-1899. Beliau dikenal sebagai pemimpin yang membawa kejayaan bagi Kutai, baik dari segi ekonomi maupun kedaulatan politik.
Pada tahun 1873, Sultan Sulaiman bersama Asisten Residen Hindia Belanda, Evaardt Hoope, menandatangani perjanjian politik bernama Lange Contract. Perjanjian ini menetapkan Kutai sebagai pemerintahan mandiri atau otonom (Zeef Bestuur). Langkah ini menegaskan bahwa Sultan Sulaiman adalah pemimpin yang mampu menjaga kedaulatan meski berada di bawah bayang-bayang kolonialisme.
Pada akhir abad ke-19, Sultan Sulaiman turut membuka babak baru dalam bidang ekonomi dengan memberikan hak konsesi pertambangan minyak kepada Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) pada 1894. Wilayah Sepinggan, Balikpapan, menjadi titik awal eksplorasi minyak yang kemudian membawa perubahan besar bagi Kutai dan sekitarnya.
Seorang sejarawan lokal menjelaskan, “Sultan Sulaiman tidak hanya visioner dalam bidang politik, tetapi juga dalam memanfaatkan kekayaan alam Kutai. Ia melihat potensi minyak bumi sebagai peluang besar untuk menyejahterakan rakyat.”
Kebijakan Sultan Sulaiman tidak berhenti di sana. Ia juga memanfaatkan hasil kekayaan hutan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Di masa pemerintahannya, Kutai mengalami masa keemasan ekonomi dengan pertumbuhan signifikan di berbagai sektor.
Atas jasa-jasanya, nama Sultan Aji Muhammad Sulaiman diabadikan sebagai nama Bandara Sepinggan, yang kini dikenal sebagai Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan. Nama tersebut menjadi penghormatan bagi perannya sebagai pemimpin yang visioner dan peduli pada kemakmuran rakyatnya.