Jakarta – Seperti awan yang mulai menggantung berat di langit politik, wacana revisi Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) kembali mencuat.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan perlunya evaluasi terhadap mekanisme pengawasan dana ormas demi meningkatkan akuntabilitas dan menghindari penyalahgunaan, Jumat (26/4/2025).
Tito menegaskan bahwa penggunaan dana yang tidak transparan di tingkat organisasi akar rumput berpotensi menjadi celah penyimpangan.
Ia menambahkan, kebebasan berserikat yang dijamin dalam sistem demokrasi harus tetap berada dalam koridor hukum dan tidak boleh menjadi kedok bagi intimidasi atau pemerasan.
“Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat. Di antaranya, mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” ujar Tito saat diwawancarai di Jakarta.
Selain itu, Tito menyatakan ormas yang secara sistematis melakukan pelanggaran hukum bisa dikenai sanksi pidana sebagai organisasi.
Meskipun demikian, ia memastikan bahwa proses revisi akan mengikuti prosedur formal melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan membuka opsi bahwa revisi bisa diinisiasi oleh pemerintah.
Isu ini mencuat setelah Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno mengungkapkan kasus premanisme oleh ormas yang mengganggu pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat.
Eddy meminta pemerintah bersikap tegas dalam menjaga keamanan investasi agar Indonesia tetap menjadi tujuan menarik bagi investor asing.
“Jangan sampai investor datang ke Indonesia dan merasa tidak mendapatkan jaminan keamanan,” tegas Eddy lewat unggahan video di media sosialnya.
Kementerian Investasi dan Hilirisasi (BKPM) menyatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan BYD serta Satgas Anti Premanisme untuk menangani gangguan dari ormas tersebut.
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal BKPM, Nurul Ichwan, mengungkapkan bahwa aksi premanisme dan pungutan liar menjadi ancaman serius bagi iklim investasi nasional.
“Bisa saja diangkat oleh siapapun tentang Indonesia itu tidak aman, Indonesia itu premanisme,” ujar Nurul di Jakarta.
Dengan revisi UU Ormas yang mulai diwacanakan, pemerintah diharapkan mampu menyeimbangkan antara menjaga kebebasan berserikat dan memastikan keberlangsungan iklim investasi yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
