Gelombang wisatawan yang tak terkendali membuat Kyoto, kota bersejarah Jepang, mengambil langkah tegas. Pemerintah kota ini resmi menaikkan tarif penginapan dan pajak wisata mulai tahun depan. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap krisis overtourism yang memuncak pascapandemi, yang menekan infrastruktur, lingkungan, dan kualitas hidup warga lokal.
Setelah pembatasan perjalanan dilonggarkan, jumlah wisatawan ke Kyoto melonjak tajam. Jalanan di kawasan seperti Gion menjadi penuh sesak, situs-situs budaya seperti Kuil Kiyomizudera kewalahan menerima pengunjung, dan masalah sampah menjadi hal biasa. Penduduk mengeluh kehilangan ruang hidup mereka.
Bukan hanya gangguan visual, krisis overtourism ini berdampak pada pelestarian budaya dan lingkungan. Pemerintah akhirnya memilih bertindak.
Tarif Naik, Wisata Lebih Tertata
Mulai Maret 2026, tarif penginapan dan pajak wisata di Kyoto akan naik signifikan. Pajak akomodasi akan kena berdasarkan harga per malam per orang. Hotel-hotel kelas atas akan menerima pajak tertinggi, mencapai ¥10.000, naik dari sebelumnya ¥1.000.
Kenaikan ini bukan semata demi pemasukan. Wali Kota Kyoto menyatakan, “Kebijakan ini untuk menjaga keseimbangan antara kunjungan wisata dan kenyamanan hidup warga.” Dana yang terkumpul akan dialokasikan untuk memperbaiki transportasi publik, melestarikan situs budaya, dan mendukung usaha lokal.
Dampak Beragam dari Berbagai Pihak
Reaksi terhadap kebijakan ini beragam. Sebagian wisatawan menganggap biaya tambahan sebagai beban baru. Beberapa agen perjalanan bahkan memperkirakan wisatawan akan berpindah ke kota seperti Osaka dan Nara yang lebih murah.
Namun warga lokal justru menyambut baik langkah ini. Mereka berharap kebijakan ini bisa mengurangi kepadatan dan membawa kembali ketenangan di lingkungan mereka.
“Kami merasa kota ini kembali menjadi milik kami, bukan hanya destinasi selfie turis,” ujar Haruka, warga Kyoto yang tinggal di dekat kawasan wisata Arashiyama.
Mengikuti Jejak Kota Dunia
Kebijakan ini bukan hal baru dalam dunia pariwisata. Kota-kota seperti Venesia dan Barcelona telah lebih dulu menerapkan tarif tambahan untuk wisatawan. Kyoto kini mengikuti jejak serupa dengan pendekatan yang sesuai dengan budaya Jepang.
Selain tarif, Kyoto berencana menerapkan sistem pemesanan online bagi wisatawan yang ingin mengunjungi lokasi-lokasi populer. Ini bertujuan membatasi jumlah pengunjung harian secara efektif.
Strategi Jangka Panjang untuk Warga
Pendapatan dari pajak dan tarif baru akan berguna untuk mendukung sektor publik dan komunitas. Fokus utama adalah pada pelestarian situs warisan dunia, peningkatan layanan publik, dan promosi wisata berbasis komunitas.
Dengan pengunjung yang lebih tertata, harapannya ekonomi lokal tumbuh dengan inklusif. Warga tidak lagi sekadar menjadi penonton, tapi ikut menikmati manfaat ekonomi dari pariwisata yang lebih berkualitas.
Menjadi Contoh Dunia
Kebijakan ini mencerminkan arah baru dunia pariwisata: dari kuantitas menuju kualitas. Kyoto ingin membangun pariwisata yang sadar budaya dan ramah lingkungan.
Langkah ini bukan bentuk pembatasan, tapi strategi agar kota tetap bisa menyambut pengunjung dengan cara yang menghargai ruang hidup dan warisan sejarah. Jika berhasil, Kyoto bisa menjadi contoh global dalam praktik pariwisata berkelanjutan.
