Jakarta – Setelah menerapkan larangan penjualan gas elpiji 3 kg (gas melon) di tingkat pengecer, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali mencetuskan kebijakan kontroversial. Ia mengumumkan rencana untuk menertibkan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, khususnya solar, yang dinilai kerap disalahgunakan oleh industri.
“Habis ini saya tertibkan lagi, saya tertibkan BBM solar. Solar subsidi dipakai untuk industri, itu tidak tepat,” tegas Bahlil dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Sabtu (08/02/2025).
Bahlil mengakui bahwa kebijakan tersebut berpotensi memicu gejolak di masyarakat dan kalangan industri. Namun, ia menegaskan komitmennya untuk terus maju tanpa ragu. “Saya tahu pemainnya bakal ribut lagi. Tapi nggak apa-apa, kita sebagai orang Timur sekali layar terkembang, pantang surut untuk balik,” ujarnya, menegaskan tekadnya yang tak tergoyahkan.
Kebijakan ini, menurut Bahlil, bukan semata-mata untuk menciptakan kontroversi, melainkan sebagai bentuk perjuangan untuk menegakkan keadilan distribusi subsidi. Ia menegaskan bahwa BBM bersubsidi seharusnya dinikmati oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan, bukan dimanfaatkan oleh industri besar untuk menekan biaya produksi.
“Inilah kesempatan kita Partai Golkar untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak-hak rakyat. Tentu dalam implementasinya, tidak ada yang 100 persen sempurna,” kata Bahlil.
Namun, kebijakan penertiban subsidi BBM ini mendapat reaksi keras dari masyarakat. Sebelumnya, saat meninjau antrean pembelian gas elpiji 3 kg di Kota Tangerang, Bahlil disemprot warga bernama Effendi yang kecewa dengan kebijakan pembatasan distribusi gas melon.
“Bukan soal antre gasnya, anak kami lapar, butuh makan, butuh kehidupan, Pak! Logika jalan dong, Pak!” seru Effendi dengan suara gemetar menahan emosi saat berhadapan langsung dengan Bahlil.
Reaksi publik terhadap kebijakan tersebut menunjukkan betapa sensitifnya isu subsidi di tengah kebutuhan dasar masyarakat. Pemerintah diharapkan dapat mengelola kebijakan ini dengan lebih hati-hati, memperkuat sosialisasi, serta memastikan pengawasan ketat agar tidak merugikan rakyat kecil.