Jakarta – Pidato Presiden Prabowo Subianto tentang kesejahteraan guru memunculkan banyak tanya. Janji kenaikan tunjangan dan sertifikasi dipertanyakan karena belum jelas implementasinya.
Pengamat pendidikan, Darmaningtyas, menyebut janji tersebut berpotensi multitafsir. Ia menyoroti kemungkinan guru ASN bersertifikasi tidak menerima manfaat baru, sementara guru non-ASN bersertifikasi bisa mengalami penurunan tunjangan.
“Jika hanya diberi Rp2 juta, ini tidak adil bagi guru honorer. Janji ini bisa menjadi harapan kosong,” katanya, Minggu (1/12/2024).
Ia meminta Mendikdasmen Abdul Mu’ti menjelaskan detail kebijakan agar tidak membingungkan.
Koordinator JPPI, Ubaid Matraji, menegaskan guru honorer belum tersentuh kebijakan ini. Mayoritas guru, terutama yang belum bersertifikasi, adalah kelompok yang paling rentan.
“Guru honorer harus jadi prioritas, bukan terus diabaikan,” ujar Ubaid.
Data menunjukkan 1,4 juta guru belum tersertifikasi. Jika kuota Pendidikan Profesi Guru (PPG) hanya 200.000 per tahun, perlu tujuh tahun menyelesaikan proses sertifikasi.
Darmaningtyas mengusulkan pemberian tunjangan fungsional sebagai langkah adil.
“Tunjangan ini harus segera diberikan agar ada pemerataan kesejahteraan,” ujarnya.
Ketua PGSI, Soeparman Mardjoeki Nahali, mengingatkan pemerintah menjaga prinsip nondiskriminasi. Ia menuntut tunjangan setara bagi guru ASN dan non-ASN.
Mendikdasmen Abdul Mu’ti menyatakan pihaknya akan mempercepat sertifikasi dengan target 800.000 guru pada 2025.
“Setelah sertifikasi, kesejahteraan guru pasti meningkat,” katanya Abdul Mu’ti.
Namun, pengamat meragukan efektivitas program ini tanpa langkah nyata untuk guru honorer yang belum memenuhi syarat sertifikasi.
