Jakarta – Usulan kontroversial Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, soal menjadikan program Keluarga Berencana (KB) pria, termasuk vasektomi, sebagai syarat pemberian bantuan sosial (bansos) mendapat perhatian dari Kementerian Sosial.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan, pihaknya sedang mengkaji lebih dalam gagasan tersebut.
Kepada wartawan pada Rabu (30/4/2025), Saifullah Yusuf atau akrab disapa Gus Ipul menyebut bahwa ide itu cukup baik dari sisi prinsip pengendalian kelahiran, namun implementasinya perlu melalui proses yang matang.
Ia menekankan, kebijakan bansos tidak bisa diubah secara mendadak tanpa landasan yang kuat.
“Ya ini kami sedang mempelajari ide itu ya. Jadi semua ketentuannya sedang kita pelajari,” ujarnya kepada awak media.
Menurut Gus Ipul, ide Dedi Mulyadi yang mengusulkan agar pria menjalani vasektomi untuk bisa menerima bansos memang terdengar progresif.
Namun, ia menekankan bahwa pemerintah pusat harus mempertimbangkan berbagai aspek teknis, sosial, dan hukum sebelum memutuskan kebijakan tersebut.
“Ide KB itu baik, tapi kalau mau dijadikan syarat bantuan sosial, kita masih perlu kaji secara mendalam,” katanya.
Gus Ipul juga menyoroti ide lain Dedi yang mendorong penerima bansos agar terlibat dalam kegiatan sosial seperti pengelolaan sampah dan kerja bakti.
Menurutnya, itu adalah inisiatif yang patut diapresiasi karena mendorong partisipasi warga secara aktif dalam pembangunan lingkungan.
Sementara itu, Dedi menilai kebijakan tersebut penting untuk menghindari konsentrasi bansos pada keluarga besar tanpa kontrol kelahiran.
Ia juga menyoroti mahalnya biaya melahirkan yang bisa mencapai Rp 25 juta, sebagai alasan tambahan agar masyarakat mempertimbangkan pembatasan kelahiran.
Dengan wacana ini, pemerintah pusat dihadapkan pada dilema antara pendekatan pengendalian populasi dan perlindungan sosial yang inklusif. Apakah kebijakan vasektomi sebagai syarat bansos dapat diterima secara luas, masih menjadi bahan diskusi.