Jakarta – Keamanan sertifikat elektronik kembali menjadi sorotan, dengan sejumlah pihak meragukan ketahanannya dari risiko peretasan. Menanggapi hal ini, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa sistem sertifikat elektronik memiliki tingkat keamanan yang sangat tinggi dan sulit dibobol.
“Kalau ada yang bilang sertifikat tanah elektronik tidak aman, itu berita sesat dan menyesatkan,” ujar Nusron dalam konferensi pers di Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Jumat (21/2/2025).
Nusron menjelaskan bahwa data sertifikat elektronik disimpan di lima lokasi berbeda, dengan sistem pengamanan berlapis yang memastikan informasi tetap utuh meski terjadi gangguan atau percobaan peretasan.
“Sistem ini punya backup berlapis, jadi kalau ada yang mencoba membobol, nggak mungkin. Data tersimpan di beberapa titik, ada first line, second line, sampai lapis kelima,” jelasnya.
Menurut Nusron, tuduhan mengenai ketidakamanan sertifikat elektronik berasal dari pihak-pihak yang ingin melemahkan kebijakan pemerintah. Ia menilai bahwa program digitalisasi pertanahan justru memperkuat sistem pertanahan dan mengurangi risiko kehilangan sertifikat akibat pencurian, bencana alam, atau penyalahgunaan.
“Kalau masih pakai sertifikat kertas, begitu rumahnya kebakaran atau kemalingan, hilang semua. Tapi kalau ini (elektronik), dicek di laptop bisa, di HP bisa, sistemnya firewall-nya kuat, data centernya berlapis,” tambahnya.
Lebih lanjut, Nusron mengimbau masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh informasi yang tidak akurat dan memastikan bahwa sertifikat elektronik merupakan solusi modern yang aman dan efisien dalam perlindungan aset properti.
Transformasi menuju sertifikat elektronik telah berlangsung sejak 2021 melalui Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021. Saat ini, 104 kantor pertanahan di berbagai wilayah Indonesia telah siap menerapkan sistem ini.
Sertifikat elektronik menawarkan beberapa manfaat utama, seperti keamanan lebih tinggi dibandingkan sertifikat fisik, verifikasi lebih cepat dengan QR Code untuk mengecek keabsahan sertifikat, mengurangi risiko sertifikat palsu dan duplikasi, serta mempercepat proses pengurusan tanah, termasuk jual beli dan sertifikasi ulang.
Di Kabupaten Bekasi, sistem ini telah diterapkan dengan sukses, dan berbagai pengembang properti seperti Kota Jababeka Cikarang menyambut baik kebijakan tersebut.
“Dengan adanya sertifikat elektronik, keamanan legalitas properti meningkat, memberikan kenyamanan lebih bagi penghuni maupun calon pembeli,” ujar Robin Riduan, Head of Legal PT Graha Buana Cikarang.
Pemerintah terus mendorong digitalisasi sertifikat tanah guna meningkatkan transparansi, mempercepat pelayanan, dan mengurangi praktik mafia tanah yang kerap merugikan masyarakat.