Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Lepaskan Ketegangan, Raih Kedamaian

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Kamis, 23 Oktober 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Pajak dan Beban Kehidupan

Ketika kebijakan pajak menaikkan angka, masyarakat harus menghadapi realitas yang lebih kompleks di tengah daya beli yang semakin melemah.
Udex MundzirUdex Mundzir27 Desember 2024 Editorial
Dampak Kenaikan PPN 12% Pada Kelas Menengah
Dampak Kenaikan PPN 12% Pada Kelas Menengah (.inet)
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang efektif mulai 1 Januari 2025 telah memicu berbagai reaksi dari masyarakat. Pemerintah berargumen bahwa langkah ini diperlukan untuk menopang anggaran negara. Namun, dampaknya terhadap rumah tangga miskin, rentan, dan kelas menengah jelas tidak bisa diabaikan.

Berdasarkan riset dari Center of Economic and Law Studies (Celios), kenaikan PPN akan menyebabkan tambahan pengeluaran tahunan sebesar Rp 1,11 juta untuk kelompok miskin, Rp 1,84 juta untuk rentan miskin, dan Rp 4,25 juta untuk kelas menengah. Bagi mereka yang hidup dalam batas keseimbangan tipis antara kebutuhan pokok dan pengeluaran lainnya, kebijakan ini seperti pukulan telak yang memengaruhi daya beli dan kualitas hidup.

Celios menjelaskan bahwa dampak ini tidak hanya berupa angka. Rumah tangga miskin akan menghadapi tantangan lebih besar dalam memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Pada kelompok rentan miskin, risiko terjerumus kembali ke jurang kemiskinan semakin nyata. Bahkan pada kelas menengah, yang sering kali dianggap lebih stabil, kenaikan ini akan menggerus pengeluaran untuk kebutuhan non esensial seperti hiburan dan investasi masa depan.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa meskipun kenaikan hanya sebesar 1%, akumulasi dampaknya jauh lebih besar dari yang terlihat. Masyarakat, terutama yang berada di lapisan bawah, sering kali menjadi pihak yang paling rentan menghadapi inflasi harga akibat kebijakan seperti ini.

Politik dan ekonomi menjadi latar utama dinamika ini. Di satu sisi, pemerintah berusaha menjaga stabilitas fiskal di tengah tekanan ekonomi global. Namun, di sisi lain, alokasi anggaran yang tidak efisien dan lemahnya pengawasan sering kali membuat masyarakat mempertanyakan urgensi kenaikan PPN ini. Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir, program-program bantuan sosial sering kali dilanda isu korupsi dan ketidaktepatan sasaran.

Kebijakan fiskal seharusnya tidak hanya mempertimbangkan aspek penerimaan negara, tetapi juga dampaknya terhadap stabilitas sosial. Tanpa adanya jaring pengaman sosial yang memadai, kelompok miskin dan rentan menjadi pihak pertama yang menanggung beban. Kenaikan harga barang dan jasa akibat PPN hanya akan memperlebar kesenjangan yang sudah ada.

Lalu, apa solusi yang dapat dilakukan? Pertama, pemerintah harus memperkuat program bantuan langsung tunai untuk kelompok miskin dan rentan miskin, guna mengompensasi kenaikan pengeluaran akibat PPN. Kedua, optimalisasi kebijakan pajak progresif perlu dipertimbangkan, sehingga kelompok berpenghasilan tinggi dapat memberikan kontribusi yang lebih signifikan tanpa memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah.

Ketiga, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran harus menjadi prioritas utama. Tanpa pengawasan yang ketat, dana hasil dari kebijakan fiskal seperti PPN hanya akan menjadi beban tambahan tanpa manfaat yang nyata bagi masyarakat luas.

Pajak adalah salah satu instrumen penting dalam membangun negara. Namun, kebijakan fiskal harus berjalan beriringan dengan upaya menciptakan keadilan sosial. Ketika kebijakan ini justru memperberat kelompok yang paling lemah, ada risiko besar terhadap stabilitas sosial dan ekonomi jangka panjang.

Pada akhirnya, kebijakan yang berhasil adalah kebijakan yang tidak hanya memikirkan kebutuhan negara, tetapi juga mempertimbangkan kesejahteraan rakyatnya.

Daya Beli Kebijakan Pajak Kelas Menengah Kesenjangan Sosial PPN 12 %
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleMenkum Supratman Klarifikasi Wacana Denda Damai Koruptor
Next Article Filipina Taklukkan Thailand di Semifinal Piala AFF 2024

Informasi lainnya

Waspadai, Purbaya Anak Buah Luhut

9 September 2025

Bersih-Bersih Kabinet Prabowo Dimulai

9 September 2025

Orde Baru Jauh Lebih Baik

8 September 2025

Jokowi, Mengapa Masih Ikut Campur?

4 September 2025

Mengakhiri Bayang Jokowi

4 September 2025

Selamat Tinggal Agustus Kelabu: Tinggalkan Joget-joget di Istana

1 September 2025
Paling Sering Dibaca

Tren Paylater Melonjak, Saatnya Melek Finansial

Bisnis Ericka

Di Balik Pagar yang Menyandera Laut

Editorial Udex Mundzir

Trump Berlagak Pahlawan Tapi Kesiangan

Editorial Udex Mundzir

Mengenal Bukit Kelam, Batu Tertinggi di Dunia dari Indonesia

Travel Ericka

Bayang-Bayang Mafia di Sepak Bola Indonesia

Editorial Udex Mundzir
Berita Lainnya
Kesehatan
Alfi Salamah23 Oktober 2025

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Kasus Radiasi Cikande Masuk Tahap Penyidikan, PT PMT Dianggap Lalai

Trump Resmikan Fase Dua Kesepakatan Gencatan Gaza

Menkeu Purbaya Pertimbangkan Pemangkasan PPN Tahun 2026

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.