Kemarin 20 Oktober 2024, Indonesia menyaksikan pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden di Jakarta. Meskipun sempat ada spekulasi bahwa upacara pelantikan akan digelar di Ibu Kota Nusantara (IKN), hal ini tidak terwujud, mempertegas bahwa pemindahan ibu kota belum terlaksana sepenuhnya selama masa jabatan Jokowi.
Rencana pemindahan ibu kota, yang pertama kali diumumkan pada Agustus 2019, bertujuan untuk mengurangi beban Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi. Jakarta telah lama menghadapi berbagai masalah seperti kepadatan penduduk, banjir, dan penurunan permukaan tanah.
Presiden Jokowi ingin memindahkan ibu kota ke lokasi baru di Kalimantan Timur, dengan visi mengurangi ketimpangan pembangunan dan mendesentralisasi ekonomi.
Namun, upaya ini sejak awal menuai pro-kontra. Pendukungnya berargumen bahwa pemindahan ibu kota adalah langkah jangka panjang yang diperlukan untuk mengatasi masalah infrastruktur Jakarta. Di sisi lain, kritikus memandang rencana ini sebagai tindakan terburu-buru tanpa perencanaan matang.
Selain itu, pertanyaan besar tentang biaya dan dampak lingkungan muncul sebagai faktor penghambat utama. Proyek pembangunan IKN diperkirakan menelan biaya hingga Rp 500 triliun, sementara ekonomi Indonesia masih tertekan akibat pandemi COVID-19.
Simbolisme Upacara di IKN 17 Agustus 2024
Padahal, 17 Agustus 2024, Presiden Jokowi mengadakan upacara kenegaraan Hari Kemerdekaan di IKN. Langkah ini diharapkan menjadi penanda bahwa pemindahan ibu kota akan segera terlaksana.
Acara megah tersebut mendapat sorotan luas, dan upaya komunikasi melalui berbagai media serta dukungan buzzer dipandang sebagai upaya untuk memuluskan narasi keberhasilan proyek tersebut.
Namun, kenyataan di lapangan berbeda. Meskipun simbolisme yang dihadirkan besar, berbagai infrastruktur di IKN belum siap untuk mendukung pemindahan penuh.
Selain masalah teknis seperti transportasi dan pembangunan fasilitas, ada pula tantangan logistik besar untuk memindahkan ribuan pegawai negeri sipil (PNS) dan operasional pemerintahan. Bahkan, meski upacara kenegaraan diadakan di Nusantara, pelantikan presiden yang lebih penting tetap berlangsung di Jakarta.
Pro dan Kontra Pemindahan Ibu Kota
Pemindahan ibu kota memang menjadi kebijakan paling ambisius Jokowi, namun sejak awal telah menjadi topik kontroversial. Salah satu argumen terkuat yang mendukung pemindahan adalah masalah keberlanjutan Jakarta.
Sebagai kota yang terus tenggelam dan semakin padat, banyak ahli menyarankan langkah ini untuk menyelamatkan Jakarta dari kehancuran ekologis dan infrastruktur di masa depan.
Namun, skeptisisme tumbuh dari berbagai kelompok, termasuk akademisi, ahli lingkungan, hingga politisi. Mereka berpendapat bahwa pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur terlalu dipaksakan, terutama dengan kondisi ekonomi yang belum stabil setelah pandemi.
Banyak yang menyoroti bahwa alokasi anggaran untuk IKN dapat mengganggu prioritas lain seperti kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan.
Dari perspektif lingkungan, pemindahan ibu kota juga dianggap sebagai ancaman serius terhadap ekosistem Kalimantan. Kawasan hutan hujan tropis yang menjadi paru-paru dunia terancam oleh pembangunan besar-besaran, meskipun pemerintah menjanjikan pendekatan ramah lingkungan.
Penambahan populasi dan infrastruktur besar di wilayah tersebut dapat mempercepat deforestasi dan kerusakan lingkungan, yang telah menjadi sorotan utama kelompok aktivis lingkungan.
Kendala Teknis dan Ekonomi
Selain faktor politik dan lingkungan, kendala teknis menjadi salah satu alasan mengapa pemindahan ibu kota belum terwujud. Membangun sebuah kota baru dari nol di wilayah yang sebelumnya minim infrastruktur adalah tantangan besar.
Jalan raya, listrik, air, transportasi publik, serta fasilitas lainnya memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dibangun. Walaupun beberapa proyek sudah dimulai, prosesnya masih jauh dari selesai.
Pada 2024, pemerintah masih menghadapi masalah serius terkait pembiayaan proyek. Pandemi COVID-19 memberikan dampak besar terhadap ekonomi Indonesia, mengharuskan pemerintah mengalihkan sumber daya ke penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi.
Dengan begitu, alokasi anggaran untuk proyek IKN menjadi terbatas dan memperlambat kemajuan pembangunan.
Sementara itu, resistensi dari berbagai pihak di DPR serta elemen masyarakat yang kritis terhadap proyek ini juga memperlambat proses legislasi dan alokasi anggaran. Banyak yang mempertanyakan apakah pemindahan ibu kota benar-benar prioritas, mengingat tantangan lain yang lebih mendesak, seperti ketimpangan ekonomi, korupsi, dan penegakan hukum.
Proyek Pemindahan Ibu Kota yang Belum Tuntas
Pelantikan presiden pada 20 Oktober 2024 di Jakarta menjadi bukti konkret bahwa pemindahan ibu kota Indonesia belum berhasil di bawah pemerintahan Jokowi. Meski sudah ada upacara kenegaraan di IKN pada 17 Agustus 2024 untuk menandai simbolis pemindahan, kenyataannya Nusantara masih jauh dari siap untuk menjadi pusat pemerintahan.
Rencana pemindahan ibu kota, meskipun ambisius, menghadapi banyak tantangan, baik dari segi ekonomi, teknis, politik, maupun lingkungan. Langkah besar Jokowi ini dipandang oleh sebagian pihak sebagai tindakan tergesa-gesa yang belum sepenuhnya matang, dengan berbagai masalah yang masih harus dihadapi oleh pemerintah berikutnya.
Dukungan buzzer untuk memperkuat narasi keberhasilan proyek ini pun tidak mampu menutupi keterlambatan dan hambatan-hambatan tersebut.
Di tengah pro-kontra yang terus berlangsung, masa depan IKN kini berada di tangan pemerintahan baru yang perlu memutuskan apakah akan melanjutkan proyek ini, ataukah mengevaluasi kembali kebijakan pemindahan ibu kota yang telah ditetapkan oleh pemerintahan sebelumnya. Dan Jokowi pun mengakhiri jabatannya dengan ‘su-ul khatimah’.