Jakarta – Kementerian Agama RI menggelar seminar bertajuk “Sidang Isbat Ramadan: Antara Tradisi, Sains, dan Regulasi” pada Jumat (28/2/2025) di Auditorium HM. Rasjid, Jakarta Pusat. Acara ini menghadirkan para pakar dari berbagai organisasi Islam di Indonesia untuk membahas metode penentuan awal Ramadan.
Seminar yang dimulai pukul 16.30 WIB ini menghadirkan lima narasumber utama, yaitu Cecep Nurwendaya dari Tim Hisab Rukyat Kemenag RI, Prof. Dr. Abdurrahman Dahlan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Dr. Ahmad Izzuddin dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Dr. Sriyatin Shodiq dari Muhammadiyah, dan H. Hasan Natsir dari Persatuan Islam (Persis).
Perbedaan Metode Penentuan Ramadan
Dalam seminar ini, para narasumber membahas perbedaan metode penentuan awal Ramadan yang sering menjadi perdebatan, yaitu metode hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan hilal). Cecep Nurwendaya menjelaskan bahwa pemerintah menggunakan pendekatan ilmiah dalam menentukan awal bulan Ramadan.
“Hisab dan rukyat bukan sesuatu yang bertentangan, tetapi saling melengkapi. Pemerintah berupaya mengakomodasi keduanya agar keputusan yang diambil memiliki dasar ilmiah dan dapat diterima masyarakat luas,” ujar Cecep.
Sementara itu, Prof. Dr. Ahmad Izzuddin menekankan pentingnya menjaga ukhuwah Islamiyah dalam menghadapi perbedaan metode. Menurutnya, perbedaan ini seharusnya tidak menjadi sumber perpecahan di kalangan umat Islam.
Harapan dan Kesimpulan
Seminar ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih luas kepada masyarakat mengenai pentingnya sinkronisasi antara tradisi, sains, dan regulasi dalam sidang isbat Ramadan. Dengan melibatkan berbagai organisasi Islam, pemerintah berupaya menciptakan keputusan yang lebih inklusif dan dapat diterima oleh semua pihak.
