Tren berkelanjutan kini semakin terasa kuat di dunia fashion salah satunya melalui aktivitas thrifting, yaitu memilih pakaian bekas layak pakai sebagai alternatif gaya hidup. Di tengah tekanan industri fast fashion yang terus memproduksi barang baru dalam jumlah besar, generasi muda mulai mencari cara supaya tampil stylish namun tetap tanggap terhadap isu lingkungan dan sosial.
Fenomena ini tak lepas dari fakta bahwa industri fashion cepat saji menghasilkan limbah tekstil besar dan berdampak pada lingkungan melalui penggunaan air, energi, dan zat kimia. Trendi thrifting muncul sebagai respon: membeli pakaian bekas tidak hanya lebih hemat, tetapi juga memperpanjang usia pakaian meminimalkan limbah dan konsumsi berlebihan.
Media sosial berperan besar dalam menyebarkan tren ini. Dari video “haul thrift” hingga jual‑beli online pakaian bekas, konten tentang thrifting makin mudah ditemukan. Sebagian kaum muda bahkan melihat thrifting sebagai peluang usaha, mem‑kurasi pakaian bekas dan menjualnya kembali dengan gaya unik. Dengan demikian, aktiviti ini tidak sekadar soal hemat belanja, melainkan soal nilai kreatif dan identitas.
“Dengan memilih pakaian bekas, kita memberi materi kesempatan kedua dan turut menjaga lingkungan,” ujar seorang pelaku jual‑beli thrift‑online yang mulai dari komunitas kampus. Pernyataan tersebut memberi gambaran bahwa thrifting kini bukan sekadar fashion, tetapi bagian dari kesadaran hidup yang lebih besar.
Meski demikian, tren ini juga menghadapi tantangan. Misalnya, karena permintaan meningkat, harga pakaian bekas di beberapa lokasi kini naik membuat thrifting tak selalu lebih murah seperti dulu. Kemudian ada juga stigma lama bahwa mengenakan pakaian bekas mencerminkan ketidakmampuan ekonomi padahal kenyataannya, banyak yang memilihnya justru karena nilai estetika dan etika.
Lebih lanjut, meskipun thrifting adalah langkah positif, bukan berarti tanpa risiko. Beberapa ahli mengingatkan bahwa membeli barang bekas secara berlebihan tetap bisa menjadi konsumsi berlebihan yang ironisnya menciptakan limbah baru.
Oleh karenanya, kunci keberlanjutan bukan hanya siapa memakai pakaian bekas, tapi bagaimana cara kita memilih, merawat, dan menghargainya agar punya umur panjang.
Untuk para pelaku atau penggemar thrifting, beberapa tips berikut bisa membantu agar aktivitas ini makin bermakna:
- Pilih pakaian dalam kondisi baik, dengan bahan yang masih layak pakai dan mudah dirawat.
- Kurasi dengan gaya sendiri pilih item unik yang sesuai kepribadian, bukan sekadar tren, untuk tampil autentik.
- Rawat pakaian dengan baik: cucilah seperlunya, simpan dengan rapi, dan lakukan perbaikan bila perlu agar umur pakai panjang.
- Gunakan platform jual‑beli thrift dengan etika: jika membeli dalam jumlah besar untuk dijual kembali, pikirkan keberlanjutan komunitas lokal.
- Visualisasikan pilihan ini sebagai bagian dari identitas hidup yang lebih sadar tampil stylish dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Dengan semakin vokalnya generasi muda terhadap isu lingkungan dan gaya hidup berkelanjutan, thrifting diprediksi akan terus tumbuh. Aktivitas ini bukan sekadar tren sementara, melainkan bagian dari pergeseran nilai dari “lebih banyak, lebih cepat” menuju “lebih sadar, lebih bermakna”. Bagi Anda yang ingin tampil stylish tanpa memberi beban besar pada planet ini, thrifting bisa jadi pilihan yang menarik dan penuh makna.
