Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Lepaskan Ketegangan, Raih Kedamaian

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Wartawan Gadungan, Luka di Wajah Jurnalisme

Ketika profesi kehilangan maknanya karena segelintir oknum, kepercayaan publik menjadi taruhannya.
Udex MundzirUdex Mundzir9 Februari 2025 Editorial
Fenomena Wartawan Gadungan di Indonesia
Fenomena Wartawan Gadungan di Indonesia (.inet)
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Fenomena wartawan gadungan bukan sekadar anomali dalam dunia jurnalisme. Itu ancaman serius yang merusak fondasi utama profesi ini: integritas, kredibilitas, dan kepercayaan publik. Mereka bukan hanya menodai nama baik jurnalis sejati, tetapi juga mengaburkan batas antara pemberitaan yang objektif dan praktik yang penuh manipulasi demi kepentingan pribadi.

Di banyak daerah, mudah menemukan orang yang mengaku wartawan tanpa latar belakang jurnalisme yang memadai. Mereka datang bukan untuk mencari kebenaran, melainkan untuk mengejar keuntungan pribadi dengan memanfaatkan label “wartawan” sebagai tameng. Fenomena ini bukan masalah sepele, melainkan luka yang semakin dalam di wajah jurnalisme Indonesia.

Salah satu faktor yang memperparah situasi ini adalah rendahnya literasi media di kalangan pejabat publik, instansi, dan bahkan masyarakat umum. Banyak yang tidak memahami perbedaan antara jurnalis profesional yang mematuhi kode etik dan oknum yang hanya menggunakan identitas pers untuk kepentingan pribadi.

Akibatnya, pejabat publik sering kali melayani permintaan tidak etis dari mereka yang mengaku wartawan. Masyarakat pun kerap terjebak, mengira setiap orang yang membawa kartu pers adalah representasi kebenaran. Ketidaktahuan ini menciptakan ruang abu-abu di mana wartawan gadungan bebas bergerak tanpa hambatan.

Dalam beberapa lingkungan, budaya patronase memperburuk keadaan. Hubungan personal sering kali lebih dihargai daripada profesionalisme. Oknum wartawan gadungan memanfaatkan kedekatan informal dengan pejabat atau aparat untuk mendapatkan akses, proyek, atau bahkan uang.

Mereka tidak bekerja untuk mengungkap kebenaran atau melayani kepentingan publik, melainkan untuk “mengamankan posisi” mereka di lingkaran kekuasaan. Akibatnya, jurnalisme kehilangan peran kritisnya sebagai watchdog dan berubah menjadi alat negosiasi kepentingan.

Meskipun ada regulasi yang mengatur profesi jurnalis, penegakan hukumnya lemah. Aparat penegak hukum sering kali enggan bertindak tegas, bahkan dalam beberapa kasus justru menjadi bagian dari jejaring yang melindungi praktik-praktik tidak etis ini.

Banyak kasus intimidasi, pemerasan, atau pemanfaatan kartu pers palsu yang tidak ditindak secara serius. Ketidakadilan ini menciptakan ruang aman bagi para pelaku untuk terus beroperasi tanpa rasa takut akan konsekuensi hukum.

Tak semua perusahaan media memiliki standar rekrutmen dan pelatihan yang ketat. Celah ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak kompeten untuk mengklaim diri sebagai wartawan.

Beberapa media bahkan merekrut siapa saja tanpa proses seleksi yang jelas, asalkan bisa “membawa berita” atau menghasilkan keuntungan dari relasi yang dibangun di lapangan. Akibatnya, kualitas jurnalisme merosot, dan ruang publik dipenuhi berita-berita dangkal tanpa verifikasi yang memadai.

Fenomena ini tidak bisa dibiarkan. Perlu ada langkah konkret untuk melawan arus ini. Edukasi publik tentang bagaimana membedakan jurnalis profesional dari yang gadungan sangat penting. Sosialisasi tentang kode etik jurnalistik harus diperluas, tidak hanya di kalangan media, tetapi juga di lingkungan pemerintahan, institusi pendidikan, dan masyarakat umum.

Organisasi jurnalis seperti PWI, PJS, AJI, dan IJTI harus lebih proaktif dalam memverifikasi anggotanya. Bukan hanya soal memiliki kartu anggota, tetapi juga memastikan setiap jurnalis bekerja sesuai kode etik. Organisasi ini harus menjadi garda terdepan dalam mengadvokasi penegakan disiplin di lapangan.

Harus ada kerja sama yang tegas antara organisasi jurnalis dan aparat penegak hukum untuk menindak tegas oknum yang mencemari profesi jurnalisme. Bukan hanya fokus pada pelaku di lapangan, tetapi juga menyasar jaringan yang melindungi mereka.

Pejabat publik perlu menerapkan prinsip transparansi dalam hubungan dengan media. Membuat mekanisme resmi untuk konferensi pers, sesi wawancara, dan interaksi dengan wartawan bisa mengurangi celah untuk praktik-praktik tidak etis.

Mendorong berkembangnya media independen berbasis jurnalisme data dan investigasi sangat penting. Media semacam ini lebih fokus pada kualitas liputan dibanding sekadar mengejar kedekatan personal dengan sumber daya politik atau ekonomi.

Wartawan sejati bekerja untuk kebenaran, bukan untuk kepentingan pribadi. Profesi ini harus kembali ke akar utamanya: melayani publik dengan informasi yang akurat, terverifikasi, dan bermakna.

Melawan fenomena wartawan gadungan bukan hanya tugas organisasi jurnalis atau aparat hukum, tetapi tanggung jawab semua pihak, termasuk masyarakat. Setiap bentuk pembiaran hanya akan memperparah krisis kepercayaan terhadap media.

Jurnalisme adalah pilar demokrasi. Jika pilar ini rapuh karena praktik-praktik tidak etis, maka yang runtuh bukan hanya profesi wartawan, tetapi juga fondasi demokrasi itu sendiri.

Integritas Jurnalisme Kode Etik Jurnalistik Literasi Media Media Independen Wartawan Gadungan
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleKebakaran di Kementerian ATR/BPN: Asap Padam, Kecurigaan Membara
Next Article Tenggarong Tuan Rumah MTQ ke-46 Kukar Tahun 2025

Informasi lainnya

Waspadai, Purbaya Anak Buah Luhut

9 September 2025

Bersih-Bersih Kabinet Prabowo Dimulai

9 September 2025

Orde Baru Jauh Lebih Baik

8 September 2025

Jokowi, Mengapa Masih Ikut Campur?

4 September 2025

Mengakhiri Bayang Jokowi

4 September 2025

Selamat Tinggal Agustus Kelabu: Tinggalkan Joget-joget di Istana

1 September 2025
Paling Sering Dibaca

Vitamin Syukur

Gagasan Syamril Al-Bugisyi

Negara Diam, Judi Online Merajalela

Editorial Udex Mundzir

Temukan 3 Jam Produktif dalam Seharimu!

Daily Tips Assyifa

Keunikan Sapaan Akrab Laki-Laki di Indonesia

Happy Udex Mundzir

Kopi Tuku Branding MRT Cipete

Bisnis Assyifa
Berita Lainnya
Kesehatan
Alfi Salamah23 Oktober 2025

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Kasus Radiasi Cikande Masuk Tahap Penyidikan, PT PMT Dianggap Lalai

WMSJ 2025 Hadir di Jakarta, Ribuan Pramuka Muslim Dunia Berkumpul

Trump Resmikan Fase Dua Kesepakatan Gencatan Gaza

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.