Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Lepaskan Ketegangan, Raih Kedamaian

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Jumat, 24 Oktober 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

RK vs Lisa: Viral yang Disusun Rapi

Ketika isu pribadi dijadikan tontonan publik lewat strategi digital, yang dikorbankan adalah akal sehat dan ruang demokrasi.
Udex MundzirUdex Mundzir13 April 2025 Editorial
Strategi Digital dalam Kasus RK vs Lisa
Ilustrasi Strategi Digital dalam Kasus RK vs Lisa
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Viral tidak selalu datang dari kejutan. Kadang justru lahir dari skenario yang dirancang, dipoles, lalu disebar dengan pola yang presisi. Kasus antara Ridwan Kamil dan Lisa Mariana, yang meledak di media sosial sejak akhir Maret 2025, menunjukkan bagaimana manajemen isu pribadi bisa berubah menjadi alat produksi opini publik secara masif.

Data science menelanjangi skemanya. Berdasarkan analisis tim @oyusep dan @kawaldata, grafik mentions kasus ini melonjak tajam dari 27 Maret hingga 2 April, lalu sempat turun, sebelum kembali meroket pada 11 April—persis saat Lisa Mariana menggelar konferensi pers. Fenomena ini disebut pola “Viral + Rebound”, strategi digital klasik untuk menghidupkan isu lebih lama dengan momentum yang sengaja dipilih.

Angka-angka menunjukkan tren. Puncak pertama mencapai lebih dari 19.000 mentions dalam sehari. Ketika mulai redup, klarifikasi dilempar, dan gelombang kedua membuncah hingga 12.000 lebih. Dalam jagat media sosial yang gaduh, angka sebesar itu mustahil terjadi secara spontan, apalagi untuk isu personal tanpa pengaruh struktural.

Publik tak sedang menyaksikan drama. Mereka sedang dijadikan audiens dari narasi yang dikendalikan.

Jika ini murni kasus hukum atau konflik rumah tangga, maka emosi dominan seharusnya adalah sedih, cemas, atau prihatin. Tapi data menunjukkan dominasi emosi marah dan netral. Artinya, audiens tidak bergerak karena empati, melainkan karena terpancing atau bahkan ikut bercanda.

Inilah cara kerja kampanye digital hari ini: pancing reaksi, dorong massa, dan ulangi dengan narasi baru. Saat emosi terkumpul, mereka mudah digiring ke mana saja.

Kasus RK vs Lisa tak lagi bisa dilihat sebagai gosip selebritas atau skandal elite lokal. Ia telah menjelma jadi eksperimen sosial tentang bagaimana algoritma dan strategi komunikasi bisa membentuk percakapan nasional. Opini publik bukan lagi hasil refleksi sosial, tapi hasil produksi algoritma.

Dan kita semua menjadi konsumen setianya.

Yang perlu ditanyakan adalah: siapa yang bermain? Siapa yang diuntungkan? Dan apa yang sebenarnya coba dialihkan dari perhatian publik?

Apakah ini pengalihan dari isu ekonomi? Dari kegagalan program pemerintah? Atau sekadar manuver internal untuk menggoyang posisi politik?

Kita tak sedang mencari pembenaran atau menyalahkan satu pihak. Kita sedang mempersoalkan metode. Dalam negara demokrasi, strategi politik boleh dilakukan. Tapi jika dilakukan dengan mengorbankan akal sehat publik dan mempermainkan ruang digital, maka itu bukan strategi, itu manipulasi.

Apalagi jika dilakukan oleh atau demi tokoh politik aktif yang digadang-gadang naik panggung lebih tinggi.

Pola ini berbahaya jika dibiarkan. Sebab ia bisa jadi template: ambil satu isu personal, buat viral, kendalikan grafik, tunggu gelombang kedua, lalu tutupi semua isu serius dengan satu drama digital.

RK vs Lisa hanyalah satu episode. Tapi dampaknya melampaui keduanya. Yang dipertaruhkan bukan reputasi personal, tapi ketahanan nalar publik. Jika setiap opini publik bisa digiring semudah itu, maka demokrasi hanya jadi ilusi, dan kebenaran tinggal narasi yang kalah populer.

Kampanye Digital Lisa Mariana Manipulasi Opini Ridwan Kamil Viralitas Terstruktur
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleBupati Kukar Tinjau dan Salurkan Bantuan Banjir di Loa Kulu
Next Article Rakyat Jabar Dijadikan Figuran “Bapak Aing”

Informasi lainnya

KPK Telusuri Dugaan Aliran Dana Korupsi Ridwan Kamil

10 September 2025

Waspadai, Purbaya Anak Buah Luhut

9 September 2025

Bersih-Bersih Kabinet Prabowo Dimulai

9 September 2025

Orde Baru Jauh Lebih Baik

8 September 2025

Jokowi, Mengapa Masih Ikut Campur?

4 September 2025

Mengakhiri Bayang Jokowi

4 September 2025
Paling Sering Dibaca

Bukan Sekadar Angka Kemiskinan

Editorial Udex Mundzir

Isu, Skandal, dan Politik Panggung

Editorial Udex Mundzir

Mengulang Jejak Sejarah: Tradisi Mengantar Jamaah Haji

Islami Dexpert Corp

Membangun Keterampilan Sosial untuk Mengurangi Insecure

Opini Alfi Salamah

Korupsi Kuota Haji Tak Boleh Dimaafkan

Editorial Udex Mundzir
Berita Lainnya
Kesehatan
Alfi Salamah23 Oktober 2025

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Kasus Radiasi Cikande Masuk Tahap Penyidikan, PT PMT Dianggap Lalai

Trump Resmikan Fase Dua Kesepakatan Gencatan Gaza

Menkeu Purbaya Pertimbangkan Pemangkasan PPN Tahun 2026

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.