Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sebesar 0,19 persen pada Juni 2025 secara bulanan (month to month/mtm), naik tajam dibandingkan deflasi 0,37 persen pada Mei 2025. Peningkatan ini didorong oleh naiknya harga kebutuhan pokok seperti beras, cabai rawit, bawang merah, dan tomat.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menyampaikan bahwa secara tahunan (year on year/yoy), inflasi Juni 2025 mencapai 1,87 persen, naik dari 1,60 persen pada bulan sebelumnya. “Indeks Harga Konsumen (IHK) naik dari 108,07 pada Mei menjadi 108,27 pada Juni,” ujar Pudji dalam keterangan pers di Jakarta.
Kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar inflasi dengan andil 0,19 persen. Kenaikan harga pada kelompok ini dipicu oleh permintaan tinggi menjelang dan pasca Hari Raya Idul Adha, serta libur sekolah dan Tahun Baru Islam yang jatuh pada akhir Juni.
Selain itu, pengaruh harga BBM nonsubsidi juga menjadi faktor tambahan yang memperkuat tekanan inflasi bulan ini.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, sebelumnya memperkirakan inflasi Juni hanya akan naik tipis sebesar 0,08 persen. Ia menyebut tekanan harga pangan menjadi penyebab utama kenaikan tersebut setelah pada bulan sebelumnya sempat terjadi penurunan.
“Faktor utama penyebab kenaikan moderat ini berasal dari tekanan harga pangan yang kembali meningkat setelah mengalami penurunan pada bulan sebelumnya,” ungkap Josua.
Proyeksi sejumlah ekonom juga mengindikasikan arah inflasi akan tetap positif. Berdasarkan survei Bloomberg terhadap 10 ekonom, median IHK diperkirakan berada pada inflasi 0,12 persen (mtm), dengan estimasi tertinggi dari Citigroup sebesar 0,30 persen dan terendah dari KB Valbury Sekuritas sebesar -0,35 persen.
Sedangkan inflasi tahunan diperkirakan berada di kisaran 1,8 persen, dengan estimasi tertinggi dari ING Group sebesar 2,2 persen dan terendah dari Barclays Bank sebesar 1,01 persen.
Tren kenaikan inflasi ini menunjukkan bahwa stabilisasi harga pangan masih menjadi tantangan utama bagi pemerintah, terlebih di tengah potensi tekanan global dari kenaikan harga energi dan ketidakpastian geopolitik. Pemerintah diharapkan dapat menjaga kestabilan harga pokok untuk menekan dampak terhadap daya beli masyarakat.
