Di meja layanan Homyped, merek alas kaki, setiap komplain adalah teka-teki. Risma Nurrohmah—lulusan Manajemen Perusahaan Politeknik Triguna Tasikmalaya ber-IPK 3,75 (Dengan Pujian)—merangkainya dengan empati dan disiplin agar dua pihak sama-sama pulang dengan solusi.
Pengalaman kuliah menjadi fondasi yang menyeberangkan teori ke praktik. “Alhamdulillah, dari teori sampai praktik berjalan lancar, jadi pas kerja banyak hal yang bisa langsung diterapkan,” katanya.
Saat magang sebulan di Samsat, Tasikmalaya, ia memilih topik penelitian yang selaras dengan praktik lapangan, sehingga hari-hari sebagai admin CS online sekarang terasa lebih terbantu—mulai dari memahami alur kerja, menyapa pelanggan, hingga mengeksekusi service recovery.
Pekerjaan menuntut kecepatan berpikir sekaligus pengelolaan emosi. “Soft skill paling penting itu menyelesaikan masalah tanpa menyinggung. Kadang customer komplain padahal dia yang salah, tapi kan nggak bisa langsung disalahin. Jadi saya belajar gimana caranya ngomong yang enak, dua-duanya tetap nyaman,” ucapnya.
Manajemen diri menjadi kunci lain. “Saya tiap hari bikin to-do list—tahu apa yang harus dikerjain duluan biar nggak keteteran,” kata Risma.
Pola sederhana itu menjaga ritme antara target layanan dan pengembangan diri. Ia juga menyebut Pak Wildan dan Ibu Lina sebagai dosen yang “ambisius dalam arti positif”—mentoran yang menulari energi untuk terus bertumbuh.
Risma dikenal tak betah diam. “Saya orangnya nggak bisa diem. Harus ada aja kegiatan biar produktif,” ujarnya sambil tersenyum.
Targetnya jelas: dalam 1–2 tahun naik menjadi supervisor—atau, jika kesempatan tiba, langsung manajer. Bagi Risma, karier bukan lintasan lurus; ia adalah rangkaian interaksi yang dikelola dengan sabar, komunikatif, dan konsisten.
“Keberhasilan bukan cuma soal nilai atau jabatan,” ujarnya.
Dari sikap ramah yang tak rapuh menghadapi tekanan, Risma Nurrohmah membuktikan bahwa empati juga bisa menjadi strategi.
“Belajar dari setiap interaksi—termasuk komplain—itu bekal paling berharga,” tandas Risma.
