Samarinda – Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Sapto Setyo Pramono mencatat bahwa tingkat penggunaan anggaran untuk sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kaltim masih tergolong rendah, yakni kurang dari 60 persen.
“Saat rapat dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM, kami minta pemaparan apa kendala anggaran kurang terserap,” ujarnya di Samarinda.
Ia menyatakan bahwa data UMKM harus sejalan dengan informasi yang dimiliki oleh Dinas Sosial dan BPS. Ini berarti bahwa alokasi dana sebesar Rp12 miliar untuk pembinaan UMKM harus tepat sasaran dan terserap dengan baik.
Ia juga menekankan pentingnya memeriksa keberadaan data UMKM untuk memastikan keberadaan sebenarnya, mengonfirmasi apakah UMKM tersebut benar-benar ada atau tidak.
“Itu juga mesti terintegrasi dengan data Dinsos, harus dicek seperti apa, benar atau tidaknya keberadaan usaha itu. Hal itu yang harus diverifikasi,” ungkapnya.
Sapto yang merupakan legislator daerah pemilihan Samarinda itu mengungkapkan bahwa Disperindagkop Kaltim belum menyampaikan secara utuh rencana kerja mereka untuk tahun 2024.
Ia mengetahui salah satu program yang akan dilakukan adalah membangun food station dan melakukan digitalisasi UMKM seluruh Kaltim.
“Namun, yang perlu disadari adalah mengupayakan optimalisasi nilai tambah hasil bahan baku lokan oleh UMKM, bagaimana mereka mendesain dari hulu ke hilir untuk 2025 agar ada modernisasi pangan menjadi produk kemasan,” tuturnya.
Menurut politisi Partai Golkar itu, serapan anggaran UMKM masih terbilang jauh dari target. Ia berharap ada penjelasan dari Disperindagkop Kaltim terkait kendala yang dihadapi.
“Masalahnya di mana, SDM atau apa? Ini harus dicari masalahnya,” katanya.
Sapto menyarankan kepada Disperindagkop Kaltim agar memaksimalkan program supaya penyerapan anggarannya terserap untuk peningkatan kapasitas UMKM bisa dimulai dari pelatihan, pengelolaan usaha, pengemasan, digitalisasi, hingga pemasaran.
Menurutnya pelatihan itu penting, apalagi para UMKM yang bisa bertahan lama mengalami resesi selama pandemi COVID-19.
“Keberadaan UMKM amat vital agar Indonesia tidak mengalami inflasi Jika UMKM mandek dampaknya negara mengalami kemerosotan ekonomi,” tandasnya.

