Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Curug Malela: Niagara Mini di Jantung Hutan Jawa Barat

Kyoto Kerek Tarif Wisata Demi Selamatkan Warisan Budaya

DPRD Kutim Desak Efisiensi Anggaran, Peringatkan Potensi Sanksi

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Jumat, 14 November 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Generasi Emas, Fondasi Kelas Kacau

Ketika teknologi diagung-agungkan, anak-anak kita tertinggal dalam hal paling mendasar: membaca dan berhitung.
Udex MundzirUdex Mundzir23 Mei 2025 Editorial
Keadilan Pendidikan di Indonesia
Ilustrasi Keadilan Pendidikan di Indonesia.
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Narasi besar tentang generasi emas 2045 terus digaungkan oleh negara. Pemerintah bicara tentang bonus demografi, sekolah digital, kecerdasan buatan, bahkan kurikulum baru yang katanya adaptif terhadap masa depan.

Namun di balik semua semangat kemajuan itu, ada satu realitas getir yang nyaris tak terdengar. Banyak anak SMP dan SMA di Indonesia belum bisa membaca dengan baik. Belum mampu berhitung secara fungsional.

Laporan Asesmen Nasional 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 30 persen siswa di jenjang menengah pertama tidak memahami teks bacaan secara utuh. Di Papua dan NTT, angka itu melonjak hingga lebih dari 50 persen.

Padahal kemampuan membaca adalah dasar. Tanpa itu, semua bentuk pembelajaran lanjutan menjadi omong kosong.

Ironisnya, pemerintah justru sibuk menanam investasi besar untuk sekolah unggulan berbasis teknologi dan program digitalisasi. Di satu sisi, sekolah perkotaan mengenal AI dan coding sejak dini. Di sisi lain, banyak siswa di pelosok belum memiliki buku teks yang layak.

Ketimpangan ini bukan hanya soal fasilitas. Ini soal arah kebijakan yang terlalu terpesona oleh teknologi, tapi lupa membangun fondasi pendidikan yang merata.

Pendidikan bukan tentang siapa yang paling cepat mengadopsi inovasi. Tapi tentang siapa yang paling adil memulainya.

Kita perlu melihat lebih jernih. Kecerdasan buatan, kelas virtual, dan internet cepat memang penting. Tapi semua itu akan sia-sia jika sebagian besar anak Indonesia masih bergelut dengan huruf dan angka.

Apa gunanya bicara big data jika anak-anak belum bisa membaca grafik? Apa artinya literasi digital jika literasi dasar saja belum selesai?

Ketimpangan ini berbahaya. Ia memperbesar jurang sosial antara yang terkoneksi dan yang tertinggal. Yang fasih teknologi dan yang belum fasih membaca.

Yang kita butuhkan bukan sekadar revolusi teknologi. Tapi revolusi keadilan dalam pendidikan.

Negara harus mulai dari bawah. Pastikan dulu setiap anak di negeri ini bisa membaca dan menghitung. Bukan di beberapa kota. Tapi di seluruh desa, gunung, pulau, dan perbatasan.

Digitalisasi boleh tetap berjalan. Tapi jangan jadikan ia panggung bagi minoritas terdidik di kota.

Pendidikan harus kembali pada esensinya: membebaskan.

Bukan menciptakan kasta baru. Bukan hanya mengejar ketertinggalan dari negara lain. Tapi memastikan semua warga negara punya kemampuan dasar untuk hidup dengan bermartabat.

Jika tidak, mimpi generasi emas 2045 hanyalah slogan kosong.

Karena generasi emas bukan dibentuk dari sekolah mewah, melainkan dari keadilan belajar yang menyeluruh.

Indonesia tidak butuh pertunjukan teknologi. Indonesia butuh kejujuran dalam melihat masalah.

Mari mulai dari yang paling sederhana: memastikan semua anak bisa membaca dan berhitung.

Baru setelah itu, kita bicara masa depan.

Digitalisasi Pendidikan Generasi Emas 2045 Keadilan Belajar Ketimpangan Sekolah Pendidikan Dasar
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleWTP ke-12 Kaltim, DPRD Ingatkan Tindak Lanjut BPK
Next Article QR Warung dan Ketakutan Amerika

Informasi lainnya

Menguji Gelar Pahlawan Soeharto

13 November 2025

Insentif MBG: Jangan Alihkan Beban

2 November 2025

Kehadiran Prabowo di Kongres Projo, Akan Menegaskan Dirinya “Termul”

1 November 2025

Sentralisasi Berkedok Nasionalisme

31 Oktober 2025

Siapa Kenyang dari Proyek Makan Bergizi?

27 Oktober 2025

Larangan Baju Bekas: Tegas Boleh, Serampangan Jangan

27 Oktober 2025
Paling Sering Dibaca

Tanda-Tanda Allah Akan Menaikkan Derajatmu

Islami Assyifa

Menag di Vatikan: Diplomasi Iman dan Kemanusiaan

Editorial Udex Mundzir

Modal Waktu

Gagasan Syamril Al-Bugisyi

7 Rekomendasi Masakan Sehat untuk Bekal Anak Sekolah

Daily Tips Alfi Salamah

ASN BKN Boleh WFA 2 Hari Seminggu, Efisiensi Anggaran dan Uji Kinerja Digital

Bisnis Assyifa
Berita Lainnya
Hukum
Alwi Ahmad20 September 2023

Antusias Siswa SMPN 3 Samarinda Ikuti Jaksa Masuk Sekolah

Fenomena Clipper, Profesi Baru yang Bikin Sarjana Geleng Kepala

Universitas Cipasung Tasikmalaya Cetak Guru Inovatif Lewat STEAM

Minat Masyarakat Positif, Okupansi Kereta Cepat Whoosh Stabil

APBD Kutim Turun Drastis, Pemkab Upayakan TPP ASN Tetap Aman

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.