Publik dikejutkan dengan kasus dugaan plagiarisme dan perjokian dalam disertasi Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Universitas Indonesia (UI) telah mengambil langkah berani dengan menangguhkan gelar doktornya dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG), menandai titik krusial dalam penegakan integritas akademik di Indonesia.
Penangguhan ini mencerminkan upaya untuk menjaga nama baik lembaga pendidikan dari perilaku yang dapat merusak kredibilitasnya, namun tetap membuka ruang untuk introspeksi mendalam terhadap dunia pendidikan kita.
Kasus ini mendapat perhatian luas karena diduga disertai praktik perjokian dan plagiat yang melibatkan berbagai pihak. Salah satunya adalah klaim dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh seseorang bernama Ismi Azkya, yang diduga sebagai “joki,” mengutip data dari Jatam yang akhirnya ditemukan persis dalam disertasi Bahlil.
Kasus ini diperparah oleh temuan para netizen yang mengecek melalui perangkat lunak anti-plagiarisme, Turnitin, dan mendapatkan similarity index hingga 95% dengan karya ilmiah dari mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kasus Bahlil bukanlah satu-satunya yang terjadi di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena perjokian dan plagiat semakin sering ditemukan, terutama dalam pendidikan tinggi. Dugaan tersebut menunjukkan adanya kelemahan sistemik dalam pemantauan kualitas dan integritas akademik.
Terlepas dari berbagai kemajuan dalam sistem pendidikan, lemahnya pengawasan dan lemahnya sanksi terhadap pelanggaran akademik menjadikan hal ini sulit diberantas sepenuhnya.
Fenomena ini mengindikasikan bahwa persoalan integritas di bidang pendidikan tidak hanya terkait individu, tetapi juga sistem yang menaunginya.
Tidak jarang kita mendengar kisah mahasiswa yang “terjebak” dalam budaya instan, di mana hasil yang cepat dan mudah sering kali lebih diutamakan daripada proses yang penuh dedikasi. Budaya seperti ini tentunya dapat membahayakan masa depan pendidikan, terutama jika tidak ada penegakan ketat dari pihak institusi.
Dari perspektif sosial, masyarakat Indonesia sering kali melihat gelar akademik sebagai simbol status. Hal ini terkadang menjadi tekanan bagi beberapa orang untuk memperoleh gelar setinggi mungkin, tanpa memperhatikan kualitas atau prosesnya.
Budaya ini dapat memicu fenomena perjokian dan plagiat karena permintaan tinggi untuk memperoleh gelar akademik yang tampaknya lebih dihargai daripada integritas ilmiah. Sehingga, kasus ini harus menjadi pembelajaran bahwa gelar akademik bukan sekadar simbol, tetapi harus diperoleh melalui proses ilmiah yang benar dan bertanggung jawab.
Dari sisi hukum, kasus dugaan plagiarisme dan perjokian harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah, terutama dalam penyusunan kebijakan yang lebih tegas. Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk memperkuat aturan yang mengatur plagiarisme, termasuk hukuman yang jelas bagi pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran akademik.
Langkah hukum bisa menjadi pencegahan untuk kasus serupa, sehingga integritas dunia akademik di Indonesia dapat terjaga.
Rekomendasi ke depan adalah agar lembaga pendidikan, terutama perguruan tinggi, memperketat pengawasan terhadap karya ilmiah yang diajukan oleh mahasiswa. Penggunaan perangkat lunak anti-plagiarisme perlu menjadi standar, dan pemantauan dalam proses penelitian harus lebih transparan.
Selain itu, perlu adanya pendidikan karakter dan integritas sejak awal, baik di pendidikan dasar maupun menengah, untuk menanamkan nilai-nilai etika dalam setiap aspek kehidupan.
Penting juga agar pemerintah dan masyarakat luas menyadari bahwa gelar akademik tidak menjamin kualitas atau kompetensi seseorang. Evaluasi kompetensi lebih dari sekadar gelar, terutama di era modern ini, harus dilakukan melalui pembuktian kualitas kerja yang nyata.
Dengan demikian, masyarakat akan teredukasi bahwa nilai seseorang bukan ditentukan oleh titel yang disandangnya, melainkan kontribusinya yang otentik dan bermakna bagi lingkungan sekitar.
Pada akhirnya, kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya menjaga integritas, bukan hanya di dunia akademik tetapi dalam kehidupan secara keseluruhan. Pendidikan adalah fondasi dari masa depan bangsa, dan integritas adalah pilar utama yang harus dijaga.
Kepercayaan publik pada dunia akademik harus dijaga dengan baik, karena hanya dengan integritas, ilmu pengetahuan dapat menjadi dasar yang kokoh bagi kemajuan bangsa.