Tangsel – Gagalnya keberangkatan jamaah haji furoda tahun ini menimbulkan kekecewaan mendalam bagi calon jamaah. Meski demikian, Komnas Haji menegaskan bahwa tidak terbitnya visa furoda 1446 H/2025 M bukan merupakan tanggung jawab pemerintah atau Kementerian Agama, melainkan murni persoalan bisnis antara pihak travel dan jamaah.
Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj, di Ciputat pada Jumat (30/5/2025). Ia menjelaskan bahwa visa furoda atau visa mujamalah sepenuhnya merupakan kuota non-pemerintah yang diterbitkan oleh otoritas Arab Saudi di luar pembagian resmi 98 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus.
“Dalam kaitan pengurusan haji furoda, ini murni menjadi urusan antara pihak travel dengan jamaahnya sebagai kegiatan bisnis murni,” ujar Mustolih.
Ia juga menegaskan bahwa dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pemerintah hanya bertanggung jawab terhadap jamaah dalam kuota resmi yang diatur dan dijamin standar pelayanannya.
Masalah ketidakterbitan visa furoda ini memicu wacana revisi UU PIHU, agar syarat, mekanisme, dan standar pelayanan untuk jalur ini dapat diatur lebih rinci. Tujuannya adalah untuk melindungi jamaah dari risiko kerugian, baik secara material maupun imaterial.
Mustolih mengkritisi banyaknya travel yang mengiklankan program haji furoda dengan janji-janji manis, seperti tanpa antrean dan bisa langsung berangkat, namun tidak menjelaskan potensi risiko besar termasuk batal berangkat. Harga yang ditawarkan juga sangat tinggi, berkisar ratusan juta hingga miliaran rupiah.
“Sayangnya janji tersebut tidak disertai informasi yang transparan, padahal kebijakan visa Arab Saudi sangat dinamis dan bisa berubah sewaktu-waktu,” katanya.
Ia juga menyarankan agar penyelesaian antara travel dan calon jamaah dilakukan secara musyawarah, termasuk opsi refund penuh, penjadwalan ulang, atau pengalihan ke kuota haji khusus.
Beberapa travel resmi diketahui sudah menawarkan pengembalian dana 100 persen kepada jamaahnya sebagai bentuk tanggung jawab sekaligus menjaga reputasi mereka di Indonesia dan Arab Saudi.
Langkah ini dipandang penting dalam menjaga kepercayaan publik, serta menciptakan persaingan yang sehat di antara travel dan menekan pergerakan travel ilegal.