Kemenangan besar pasangan Andi Harun dan Saefuddin Zuhri dalam Pilkada Samarinda 2024 dengan perolehan 87,47 persen suara menandai dominasi koalisi 11 partai pengusung. Namun, angka 12,53 persen pemilih yang memilih kotak kosong memberikan pesan kuat bahwa tidak semua masyarakat puas dengan kepemimpinan petahana.
Meski tergolong kecil, angka ini adalah kritik nyata terhadap arah kebijakan dan pendekatan kepemimpinan Andi Harun selama masa jabatannya.
Kepemimpinan Andi Harun tidak luput dari sorotan, terutama dalam proyek pembangunan dan pengelolaan isu strategis kota. Salah satu kebijakan yang menuai kritik tajam adalah proyek Teras Samarinda. Proyek ini, meskipun dirancang untuk mempercantik kota, dianggap mengorbankan nilai-nilai budaya dan sejarah lokal.
Adalah Roedy Haryo Wijono, seorang tokoh budaya di Samarinda, menyatakan bahwa desain arsitektur modern yang diterapkan dalam proyek ini tidak hanya menghilangkan elemen historis, tetapi juga memutus memori kolektif masyarakat tentang identitas kotanya.
Bagi banyak pihak, Teras Samarinda mencerminkan dilema modernisasi: apakah pembangunan harus selalu berjalan dengan mengorbankan identitas lokal?
Dalam beberapa pernyataannya, Andi Harun menekankan bahwa transformasi menuju kota modern adalah kebutuhan zaman. Namun, tanggapan ini dinilai belum cukup menjawab kegelisahan masyarakat yang khawatir akan kehilangan akar budaya mereka.
Selain itu, isu penanganan banjir di Samarinda menjadi sorotan lain terhadap kepemimpinan Andi Harun. Kota ini telah lama menghadapi persoalan banjir yang merugikan masyarakat, baik secara ekonomi maupun sosial. Meski sejumlah langkah seperti pengerukan drainase dan pembangunan embung telah dilakukan, hasilnya belum optimal.
Banyak warga merasa bahwa upaya pemerintah lebih banyak bersifat reaktif daripada preventif. Masalah banjir ini dinilai membutuhkan pendekatan jangka panjang yang terintegrasi, termasuk kolaborasi antara pemerintah kota, akademisi, dan masyarakat setempat.
Kritik juga diarahkan pada bagaimana pemerintahan Andi Harun mengelola pembangunan dengan inklusivitas. Beberapa wilayah di Samarinda, terutama di pinggiran, merasa terabaikan. Ketimpangan pembangunan antara pusat kota dan wilayah pinggiran menjadi salah satu keluhan utama.
Warga di wilayah pinggiran berharap adanya pemerataan pembangunan yang tidak hanya fokus pada estetika kota, tetapi juga pada kebutuhan dasar seperti infrastruktur jalan, layanan air bersih, dan listrik yang stabil.
Meski demikian, tidak semua kebijakan Andi Harun menuai kritik. Salah satu keberhasilan yang patut diapresiasi adalah upayanya dalam mendigitalisasi layanan publik. Melalui program layanan 110 dan 112, pemerintah kota berusaha meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan sosial dan keamanan. Program ini dianggap sebagai langkah positif untuk meningkatkan efisiensi birokrasi dan transparansi layanan pemerintah.
Namun, implementasi digitalisasi ini masih menghadapi tantangan, terutama di wilayah-wilayah yang minim akses terhadap teknologi. Kesenjangan digital di Samarinda menimbulkan kesan bahwa program ini lebih mengutamakan citra modernisasi daripada memenuhi kebutuhan mendasar masyarakat, khususnya mereka yang berada di pinggiran kota.
Pilihan kotak kosong oleh 12,53 persen pemilih dalam Pilkada Samarinda 2024 bukan sekadar angka statistik, melainkan pesan simbolis. Ini adalah ekspresi kekecewaan dan ketidakpercayaan sebagian masyarakat terhadap arah kebijakan kota.
Ketika satu-satunya pasangan calon yang ada didukung oleh koalisi besar 11 partai politik, dinamika demokrasi yang sehat terasa hilang. Pilkada yang ideal seharusnya menawarkan lebih dari sekadar kemenangan; ia membutuhkan ruang kompetisi untuk ide-ide baru dan segar.
Absennya calon alternatif dalam Pilkada Samarinda kali ini menimbulkan pertanyaan besar tentang dinamika politik di tingkat lokal. Apakah dominasi politik telah menciptakan monopoli yang menghalangi munculnya tokoh-tokoh baru? Atau apakah masyarakat telah kehilangan kepercayaan pada proses demokrasi itu sendiri? Hal ini menjadi refleksi penting, tidak hanya bagi pemimpin terpilih, tetapi juga bagi semua pihak yang terlibat dalam proses politik.
Sebagai petahana yang baru saja meraih lagi mandat besar, Andi Harun memikul tanggung jawab yang tidak ringan. Ia harus mampu membuktikan bahwa kritik yang disampaikan kepadanya tidak akan diabaikan.
Sebaliknya, kritik itu harus menjadi bahan evaluasi untuk masa jabatan baru yang lebih baik. Langkah-langkah konkret sangat dinantikan untuk menjawab permasalahan utama kota, mulai dari banjir, pemerataan pembangunan, hingga pelestarian budaya lokal.
Modernisasi adalah kebutuhan yang tidak bisa dihindari, tetapi modernisasi yang baik adalah yang memperhatikan aspek sosial, budaya, dan lingkungan.
Samarinda, sebagai kota dengan sejarah dan identitas yang kaya, memerlukan pendekatan pembangunan yang tidak hanya berbasis pada infrastruktur, tetapi juga pada keberlanjutan dan inklusivitas. Dalam konteks ini, kolaborasi dengan berbagai pihak—termasuk budayawan, akademisi, dan masyarakat adat—menjadi sangat penting.
Pesan dari Pilkada Samarinda 2024 adalah bahwa kemenangan besar tidak boleh membuat seorang pemimpin berpuas diri. Kritik dan suara ketidakpuasan, meskipun kecil, harus menjadi bahan refleksi untuk memperbaiki arah kebijakan ke depan. Sebagai pemimpin, Andi Harun perlu menunjukkan bahwa ia mendengar aspirasi semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang memilih kotak kosong.
Masa depan Samarinda tidak hanya bergantung pada visi besar seorang pemimpin, tetapi juga pada kemampuan untuk mendengar dan beradaptasi. Dengan pendekatan yang tepat, Samarinda memiliki peluang besar untuk menjadi kota yang tidak hanya modern, tetapi juga bermartabat dan inklusif bagi seluruh warganya. Kemenangan ini adalah awal dari tanggung jawab besar yang menanti.