Pelopor emansipasi ini bukan hanya menulis sejarah, tapi juga menciptakannya. Roehana Koeddoes, atau Ruhana Kudus, adalah perempuan luar biasa yang membuka jalan bagi jurnalis perempuan Indonesia. Melalui surat kabar yang ia dirikan dan sekolah-sekolah yang ia bangun, Roehana membuktikan bahwa pena seorang perempuan mampu menggugah kesadaran dan mengubah nasib bangsa.
Pada tahun 1912, Roehana mendirikan Soenting Melajoe, surat kabar pertama yang ditulis oleh dan untuk perempuan. Ini adalah terobosan besar pada masa itu, ketika suara perempuan masih dianggap bisu dalam ruang publik. Bahkan sebelum Indonesia merdeka, Roehana sudah menyadari pentingnya pendidikan dan literasi untuk memberdayakan kaum perempuan.
“Perempuan itu harus tahu menulis, membaca, dan berpikir merdeka. Hanya dengan itu ia bisa berdiri sejajar,” tulis Roehana dalam salah satu artikelnya.
Satu tahun sebelumnya, pada 1911, ia telah memulai misinya lewat pendirian sekolah non-formal Keradjinan Amai Setia. Di sana, para perempuan tidak hanya belajar menjahit atau merenda, tapi juga membaca, menulis, dan memahami hak-haknya. Sekolah itu menjadi ruang aman dan progresif bagi perempuan Minangkabau, sekaligus menandai awal perjuangan Roehana dalam pendidikan alternatif.
Selain Soenting Melajoe, Roehana juga menulis di berbagai surat kabar seperti Fajar Asia dan Poetri Hindia. Tulisan-tulisannya tajam, memotivasi, dan mencerminkan kekuatan intelektual seorang perempuan yang hidup di zaman kolonial. Ia menjalin korespondensi erat dengan R. A. Kartini, menunjukkan kedekatan dan kesamaan visi dalam memperjuangkan nasib kaum perempuan.
Roehana juga memiliki darah perjuangan dari keluarganya. Ia adalah sepupu dari Agus Salim, tokoh pergerakan nasional dan diplomat Indonesia. Koneksi ini memperkaya perspektif Roehana tentang nasionalisme dan hak asasi, yang kemudian ia wujudkan dalam kerja-kerja nyata.
Atas kontribusinya, Roehana Koeddoes dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden RI pada 6 November 2019. Gelar ini tidak hanya menegaskan jasa-jasanya dalam bidang jurnalistik dan pendidikan, tapi juga menegaskan bahwa perjuangan perempuan harus selalu dicatat dalam sejarah bangsa.
Roehana Koeddoes adalah contoh nyata bahwa perubahan tidak selalu harus datang dari medan perang. Terkadang, perubahan besar datang dari sebuah meja tulis, setumpuk kertas, dan semangat tak tergoyahkan.
