Tasikmalaya — Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Santanamekar, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, memicu pertanyaan dari warga terkait biaya administrasi yang dibebankan. Meskipun biaya resmi sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri telah ditetapkan sebesar Rp150 ribu untuk wilayah Jawa dan Bali, warga Desa Santanamekar mengaku telah membayar sebesar Rp250 ribu.
Syamsu Wijana, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tasikmalaya, menjelaskan bahwa ketentuan biaya PTSL yang benar adalah Rp150 ribu, sebagaimana tertuang dalam SKB Nomor 25/SKB/V/2017, Nomor 590-3167A Tahun 2017, dan Nomor 34 Tahun 2017 yang ditandatangani pada 22 Mei 2017.
Penetapan biaya ini berlaku untuk wilayah kategori V, yakni wilayah Jawa dan Bali. Syamsu juga menegaskan bahwa biaya tersebut tidak dikelola oleh ATR/BPN, karena seluruh kegiatan PTSL sudah didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Biaya ini tidak untuk kegiatan ATR/BPN dan juga tidak boleh mengalir ke ATR/BPN, karena seluruh kegiatan sertifikasi PTSL telah dianggarkan dari APBN,” jelas Syamsu.
Berdasarkan keterangan beberapa warga, mereka membayar biaya administrasi sebesar Rp250 ribu melalui panitia desa sejak program dimulai pada 2021. Hingga kini, banyak dari mereka belum menerima sertifikat yang dijanjikan, dan pihak desa belum memberikan penjelasan terkait tambahan biaya sebesar Rp100 ribu di luar ketentuan SKB.
“Kami sudah bayar Rp250 ribu, tapi sekarang baru tahu ternyata biayanya harusnya Rp150 ribu. Tidak ada penjelasan kenapa kami diminta lebih banyak,” ujar salah seorang warga Desa Santanamekar.
Syamsu Wijana menekankan pentingnya pihak desa memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada warga terkait biaya administrasi PTSL. Ia berharap pengelolaan biaya PTSL di Desa Santanamekar dapat lebih transparan, mengingat tambahan biaya di luar ketentuan SKB menimbulkan tanda tanya di kalangan warga.
“Kami mengimbau agar desa bisa menjelaskan kepada warga terkait penggunaan biaya yang telah mereka keluarkan, agar tidak ada kesalahpahaman di kemudian hari,” ungkap Syamsu.
Kondisi ini membuat warga Desa Santanamekar berharap adanya penjelasan dari pemerintah desa mengenai rincian biaya yang telah dibebankan. Mereka juga menuntut percepatan proses penerbitan sertifikat sesuai dengan janji awal program PTSL.
