Tangerang – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, menolak jalur mediasi dalam menyelesaikan kasus yang dilaporkan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Tangerang. Menurutnya, perjuangannya hanya untuk rakyat dan bukan bermusuhan dengan pihak pelapor.
“Karena saya tidak merasa bermusuhan dengan Apdesi, jadi apa yang harus dimediasi? Saya hanya memperjuangkan rakyat,” ujar Said Didu di Tangerang, Rabu (20/11/2024).
Said Didu menegaskan bahwa kasus yang menjeratnya menjadi ajang pembuktian untuk menunjukkan kritiknya terhadap ketidakadilan di masyarakat. Ia membantah tuduhan penyebaran hoaks atau informasi yang menghasut sebagaimana dituduhkan oleh Apdesi.
“Yang saya perjuangkan adalah rakyat, bukan melawan siapa pun. Jadi apa yang harus dimediasi?” tambahnya.
Dalam kasus ini, Said Didu mengkritik proyek pembangunan di kawasan Pantai Indah Kosambi (PIK) 2, Kabupaten Tangerang. Menurutnya, kritik yang ia sampaikan bersifat substansial, bukan personal. “Semua yang saya sampaikan di publik sudah jelas. Kalau sebagai pejabat, tinggal lakukan perbaikan,” tuturnya.
Kuasa hukum Said Didu, Gufroni, menyebut laporan yang dilayangkan Apdesi kepada kliennya tidak relevan. Ia menilai langkah tersebut menunjukkan sikap antikritik yang bertentangan dengan kebebasan berpendapat yang dilindungi konstitusi.
“Video yang dijadikan alat bukti di kepolisian sama sekali tidak menyebut nama atau individu tertentu. Jadi laporan ini terkesan dipaksakan,” tegas Gufroni.
Sementara itu, Ketua Umum Apdesi, Surta Wijaya, sebelumnya menyatakan pihaknya terbuka untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur musyawarah. Bahkan, Apdesi bersedia mencabut laporan polisi jika komunikasi dan mediasi dapat dijalankan.
“Kami tidak apriori terhadap kritik. Saya siap menerima mediasi dengan tangan terbuka untuk menyelesaikan masalah ini,” ujar Surta.
Namun, Said Didu bersikukuh bahwa perjuangannya adalah untuk rakyat dan kritiknya didasarkan pada realitas sosial. Ia meminta pemerintah lebih fokus menyelesaikan permasalahan masyarakat, terutama yang terdampak oleh proyek PIK 2.
Kisruh ini menjadi sorotan karena melibatkan isu kebebasan berpendapat, pengelolaan kebijakan publik, dan dampak sosial dari proyek besar di kawasan Pantura Tangerang.
