Jakarta – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mendukung wacana pemberlakuan kembali Ujian Nasional (UN) yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti. Namun, PGRI meminta agar UN tidak menjadi satu-satunya syarat kelulusan siswa.
Sekjen PB PGRI Dudung Abdul Qadir menekankan pentingnya transformasi pelaksanaan UN yang tidak hanya menilai aspek akademik, tetapi juga aspek nonakademik. Menurut Dudung, UN harus menjadi alat evaluasi yang mencerminkan peningkatan kompetensi siswa secara holistik.
“Akademis dapat dinilai dari berbagai evaluasi, seperti ulangan harian hingga semester. UN seharusnya menjadi bagian dari profil kelulusan siswa, namun tidak dijadikan satu-satunya parameter,” ujar Dudung saat diwawancarai di Jakarta pada Rabu (01/01/2025).
Ia juga menyarankan agar pelaksanaan UN diubah dengan format baru yang mengedepankan pendekatan humanis. “Ujian harus membangun kesadaran moral untuk berprestasi secara positif, tanpa tekanan berlebihan. Ini penting agar siswa tetap merasa bahagia,” tambahnya.
Mendikdasmen Abdul Mu’ti sebelumnya menyatakan bahwa kajian terkait UN sudah selesai dilakukan. Pelaksanaannya direncanakan akan diumumkan sebelum dimulainya tahun ajaran 2025/2026. UN diharapkan menjadi alat pemetaan mutu pendidikan nasional yang lebih akurat dibandingkan Asesmen Nasional (AN) berbasis sampling.
“Evaluasi ini merupakan amanat Undang-Undang Sisdiknas. Nantinya, hasil UN bisa menjadi data penting untuk seleksi perguruan tinggi,” ujar Abdul Mu’ti pada Taklimat Media Akhir Tahun di Kantor Kemendikdasmen, Selasa (31/12/2024).
Menurutnya, UN memberikan gambaran kemampuan individu siswa secara menyeluruh, yang sulit didapatkan melalui sistem sampling seperti AN. Hal ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di berbagai daerah.
Selain mendukung, PGRI menyoroti pentingnya reformasi tata kelola UN, mulai dari pembuatan soal hingga sistem evaluasi. Kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kelebihan mereka, baik dalam bidang akademik maupun pengembangan karakter.
“Pemerintah perlu memastikan bahwa UN dirancang dengan transparansi dan kesesuaian dengan kebutuhan siswa, sehingga menjadi alat ukur yang efektif,” kata Dudung.
Dengan rencana pengembalian UN ini, diharapkan pendidikan di Indonesia dapat lebih terukur dan inklusif, tanpa melupakan aspek kebahagiaan siswa dalam belajar.
