Jakarta – Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (Wamen BUMN), Kartika Wirjoatmodjo, mengonfirmasi bahwa pembahasan revisi RUU BUMN akan dimulai pada Jumat (31/1/2025).
“Besok (ke DPR),” ujar Kartika singkat saat ditemui di Jakarta, Kamis (30/1/2025).
RUU ini menjadi dasar bagi pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang diharapkan dapat mengelola kekayaan negara secara lebih profesional.
Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya menyampaikan bahwa revisi ini mendesak dilakukan untuk menyesuaikan BUMN dengan dinamika global dan meningkatkan efisiensi serta transparansi perusahaan negara.
“Prinsipnya, pemerintah sepakat dengan DPR RI mengenai adanya urgensi penyusunan RUU BUMN ini,” kata Erick dalam Rapat Kerja di DPR, Kamis (23/1/2025).
Menurutnya, revisi RUU ini akan mengatasi beberapa permasalahan utama dalam pengelolaan BUMN, seperti belum adanya pemisahan fungsi pengawasan dan pengelolaan, optimalisasi dividen, serta kepastian status aset dan kewajiban perusahaan negara.
Erick menjelaskan bahwa revisi RUU BUMN ini merupakan perubahan ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003. Ia berharap revisi ini dapat membuat BUMN lebih adaptif, modern, serta meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
Pemerintah dan DPR akan membahas beberapa poin penting dalam revisi ini, di antaranya pemisahan kewenangan presiden dalam pengelolaan kekayaan negara dengan BUMN, penegasan tugas dan kewenangan Menteri BUMN dalam mengelola serta membina perusahaan negara, serta pembentukan struktur dan tata kelola BPI Danantara.
Ketua Komisi VI DPR, Faisol Riza, menegaskan bahwa revisi ini bertujuan untuk memperkuat tata kelola perusahaan negara agar lebih profesional dan tidak bergantung pada kepentingan politik.
“Kami ingin memastikan bahwa BUMN benar-benar dikelola secara transparan, akuntabel, dan profesional. Revisi ini harus mampu meningkatkan efisiensi serta daya saing BUMN di tingkat global,” ujar Faisol.
Selain itu, revisi ini juga diharapkan dapat memberikan landasan hukum yang lebih jelas terkait mekanisme pengawasan dan pembinaan BUMN. Dengan begitu, pengelolaan aset negara dapat dilakukan dengan lebih efektif dan mengurangi potensi penyalahgunaan wewenang.
Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal, menilai bahwa revisi ini merupakan langkah positif untuk meningkatkan daya saing BUMN. Namun, ia mengingatkan agar pemerintah tidak hanya fokus pada aspek administrasi, tetapi juga memperhatikan dampaknya terhadap efisiensi bisnis BUMN.
“Revisi ini seharusnya tidak hanya menyentuh aspek kelembagaan, tetapi juga harus memberikan insentif bagi BUMN agar lebih kompetitif dan mampu bersaing dengan perusahaan swasta maupun global,” kata Fithra.
Dengan adanya pembahasan ini, pemerintah berharap BUMN dapat beroperasi lebih efisien, meningkatkan daya saing global, serta memberikan manfaat lebih besar bagi perekonomian nasional.
