Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Lepaskan Ketegangan, Raih Kedamaian

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Jumat, 24 Oktober 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Bukan Lalai, Tapi Sinyal Korupsi

Ketika ribuan pejabat tak lapor harta kekayaan, itu bukan sekadar kelalaian administratif—itu tanda bahwa sesuatu sedang disembunyikan.
Udex MundzirUdex Mundzir26 Maret 2025 Editorial
Ketidakpatuhan LHKPN dan Potensi Korupsi
Ilustrasi Ketidakpatuhan LHKPN dan Potensi Korupsi
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap lebih dari 50 ribu penyelenggara negara belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2024, masyarakat berhak bertanya: ada apa yang ingin disembunyikan?

Dalam sistem demokrasi yang sehat, pejabat publik harus menjadi teladan integritas. Pelaporan LHKPN adalah kewajiban hukum sekaligus komitmen etis untuk bersikap transparan kepada rakyat.

Ketidakpatuhan terhadap kewajiban ini bukan sekadar kelalaian administratif—melainkan alarm dini adanya potensi korupsi dan praktik pencucian uang.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyuarakan keresahan itu dengan tajam. Ia mendesak agar KPK menerapkan sistem sanksi nyata—bukan sekadar imbauan.

Gaji pejabat bisa ditahan, promosi dibekukan, atau akses ke fasilitas negara dibatasi jika mereka gagal melapor.

Usulan ini bukan bentuk represifisme, melainkan tindakan korektif atas kegagalan moral kolektif di kalangan birokrasi.

Karena fakta bahwa ada ribuan pejabat yang menghindar dari pelaporan wajib menunjukkan bahwa rasa malu dan rasa takut mereka terhadap hukum sudah menghilang.

Masalahnya, pemerintah dan KPK terlalu lunak. Setiap tahun, ketidakpatuhan ini selalu terjadi, tetapi tidak ada sanksi tegas yang dijatuhkan.

Padahal, dalam banyak kasus korupsi besar, ketidaksesuaian atau penggelapan LHKPN menjadi titik masuk awal penyelidikan.

Rafael Alun, pejabat pajak yang gaya hidupnya mewah tak sesuai gaji, akhirnya terseret kasus korupsi setelah publik dan media mencurigai laporan hartanya.

Kasus serupa bisa saja sedang dipelihara diam-diam oleh ribuan pejabat yang enggan terbuka.

Sistem LHKPN yang dibangun pasca-reformasi pada dasarnya merupakan pagar konstitusional agar kekuasaan tidak menjadi celah memperkaya diri.

Namun pagar itu kini keropos, bukan karena sistemnya buruk, tapi karena pengawasannya longgar dan pelanggarnya tidak pernah dipermalukan.

Tidak ada publikasi resmi siapa saja yang tidak patuh, tidak ada langkah diskualifikasi dari jabatan publik, dan tidak ada tekanan sosial yang cukup.

Bahkan pejabat-pejabat yang terang-terangan tidak melapor tetap hadir di podium, tetap menikmati fasilitas negara, dan tetap bicara soal etika.

Dalam konteks krisis kepercayaan terhadap pemerintahan dan meningkatnya angka kemiskinan, pelanggaran semacam ini menyakitkan.

Rakyat dibebani pajak, dibatasi akses layanan, sementara elite pemerintahan justru menyembunyikan kekayaan mereka.

Ini bukan persoalan pelaporan, tetapi persoalan niat. Jika memang tidak ada yang disembunyikan, laporkan saja.

Sistemnya sudah digital, prosesnya transparan. Hanya orang yang punya beban moral atau kekayaan ilegal yang takut melaporkan harta kekayaannya.

Masalah ini juga membuka pertanyaan lain: apakah KPK masih bisa bertaring?

Sejak revisi UU KPK pada 2019, lembaga ini perlahan dilumpuhkan secara sistemik.

Pimpinan KPK saat ini lebih banyak tampil di ruang publik dengan bahasa normatif ketimbang tindakan keras.

Penyakit sistemik ini tidak akan sembuh dengan imbauan moral, melainkan dengan tekanan politik dari publik dan sanksi tegas yang ditegakkan tanpa kompromi.

Apalagi di era pemerintahan Prabowo Subianto yang segera dimulai, sinyal-sinyal konsolidasi kekuasaan dan kembalinya gaya pemerintahan terpusat semakin jelas.

Dalam situasi ini, lembaga pengawas seperti KPK justru harus memperkuat perannya agar tidak menjadi alat kosmetik belaka.

LHKPN adalah instrumen konstitusional yang bisa mencegah dominasi oligarki.

Ketika ribuan pejabat menghindar dari kewajiban ini, sesungguhnya mereka sedang memberi sinyal bahwa sistem ini bisa ditipu, dan kekuasaan bisa dibungkus dengan kebohongan.

Editorial ini meyakini bahwa ketegasan terhadap pelanggar LHKPN adalah ujian besar bagi keseriusan negara dalam menjaga demokrasi.

Jika KPK masih memiliki keberanian, inilah saatnya menunjukkan bahwa lembaga itu bukan hanya simbol semata.

Harta yang disembunyikan hari ini bisa jadi bom waktu yang meledak besok.

Dan setiap pejabat yang gagal melapor harus dianggap sebagai calon koruptor sampai terbukti sebaliknya.

Harta Pejabat Integritas Publik Korupsi pejabat KPK LHKPN
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleProgram Nyaman Bejukut Kukar Berlanjut, Fokus Dorong Kemandirian Nelayan
Next Article Buka Puasa DWP Kukar Jadi Momen Spesial Ultah Ketua Hj Yulaikah

Informasi lainnya

KPK Minta PBNU Bersabar Soal Tersangka Kasus Kuota Haji

13 September 2025

PBNU Desak KPK Umumkan Tersangka Kasus Kuota Haji

13 September 2025

KPK Telusuri Dugaan Aliran Dana Korupsi Ridwan Kamil

10 September 2025

KPK Bongkar Skandal Kuota Haji, Dugaan Kerugian Rp1 Triliun

10 September 2025

Waspadai, Purbaya Anak Buah Luhut

9 September 2025

Bersih-Bersih Kabinet Prabowo Dimulai

9 September 2025
Paling Sering Dibaca

Tom Lembong dan Kriminalisasi Kebijakan Publik

Editorial Udex Mundzir

Menjelajahi Dunia Cookies yang Tak Bisa Ditolak

Food Dexpert Corp

Bulu Kucing Rontok, Najis atau Tidak?

Islami Udex Mundzir

Koneksi dengan Allah Harus Lebih Kuat

Islami Assyifa

Kamu Menjadi Korban Penipuan Online? Begini Cara Melapornya

Bisnis Assyifa
Berita Lainnya
Kesehatan
Alfi Salamah23 Oktober 2025

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Kasus Radiasi Cikande Masuk Tahap Penyidikan, PT PMT Dianggap Lalai

Trump Resmikan Fase Dua Kesepakatan Gencatan Gaza

Menkeu Purbaya Pertimbangkan Pemangkasan PPN Tahun 2026

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.