Samarinda – Ultimatum resmi dilayangkan oleh DPRD Kalimantan Timur dalam rapat dengar pendapat gabungan pada Senin (5/5/2025), mendesak aparat penegak hukum segera menetapkan tersangka dalam kasus tambang ilegal yang menyeret nama KSU Putra Mahakam Mandiri di kawasan konservasi KHDTK Universitas Mulawarman (Unmul).
Rapat yang dipimpin oleh Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menjadi momentum tekanan politik terhadap Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kaltim dan Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan.
Mereka diberi tenggat waktu dua minggu untuk menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas pembukaan lahan tambang ilegal seluas 3,26 hektare tersebut.
“Penetapan tersangka adalah langkah awal untuk menunjukkan keseriusan kita dalam menjaga hukum dan kehormatan kawasan konservasi,” tegas Darlis dalam rapat.
Dalam pemaparan Balai Gakkum, Kepala Wilayah Kalimantan Leonardo Gultom mengungkapkan bahwa pengumpulan bahan keterangan dilakukan sejak 8 hingga 14 April 2025. Hasilnya kemudian digelar bersama penyidik Tipidter Polda Kaltim dan Mabes Polri.
Berdasarkan kesepakatan, kasus tersebut layak naik ke tahap penyidikan, dan surat perintah penyidikan telah resmi dikeluarkan pada 28 April 2025.
Leonardo menambahkan bahwa tim penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk mahasiswa, pengelola KHDTK, dan lima orang dari pihak KSU PUMMA. Investigasi lanjutan juga akan melibatkan uji forensik dan pelacakan alat berat.
Sementara itu, perwakilan dari Polda Kaltim menyebut bahwa sejak 7 April 2025, garis polisi telah terpasang di area tambang ilegal.
Penyelidikan menyasar dua saksi kunci, yaitu RS dan A, dengan analisis data komunikasi sebagai bagian dari proses pembuktian.
“Kapolda menjamin minggu ini saksi kunci akan berhasil diamankan,” ujar perwakilan dari Polda dalam rapat.
DPRD Kaltim juga meminta Fakultas Kehutanan Unmul bersama pengelola KHDTK menghitung nilai kerugian ekologis untuk menjadi dasar gugatan perdata.
Hal ini sejalan dengan permintaan agar Pemprov Kaltim memberikan dukungan fasilitas pengelolaan kawasan yang lebih baik.
KSU PUMMA yang disebut-sebut sebagai pelaku utama belum memberikan keterangan resmi. Namun, keberadaan operator alat berat dan pembukaan lahan ilegal menjadi bukti awal keterlibatan dalam kegiatan melanggar hukum tersebut.
Dengan tenggat waktu dua pekan yang ditetapkan, kasus ini kini berada di bawah sorotan tajam publik dan parlemen daerah. Banyak pihak menunggu, apakah Polda dan Gakkum mampu membuktikan komitmen mereka dalam penegakan hukum lingkungan di Kalimantan Timur.

