Jakarta – Greenpeace Indonesia menyuarakan kekhawatiran atas keberadaan figur-figur politik dan pejabat publik dalam struktur PT Gag Nikel, anak usaha PT Aneka Tambang (Antam), yang masih mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat. Temuan ini diungkap dalam laporan singkat bertajuk “Surga yang Hilang?”, Kamis (12/6/2025) di Jakarta.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, menyoroti nama Saptomo Adji, Staf Khusus Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), yang juga menjabat komisaris PT Gag Nikel. Ia menyebut keterlibatan tokoh tersebut sebagai potensi konflik kepentingan, karena posisinya berkaitan langsung dengan kebijakan strategis negara.
“Ini menunjukkan keterlibatan political exposes person dalam korporasi tambang negara. Apalagi BIN seharusnya fokus pada kerja-kerja intelijen, bukan berada di lingkaran perusahaan tambang,” ungkap Arie.
Tak hanya itu, Arie juga mengungkap kehadiran Ahmad Fahrur Rozi alias Gus Fahrur, Ketua PBNU, dalam jajaran komisaris, serta Bambang Sunarwibowo, mantan Sekretaris Utama BIN yang kini juga menjadi komisaris PT Antam. Nama-nama tersebut dinilai mencerminkan jaringan kekuasaan yang berlapis dalam perusahaan negara yang beroperasi di wilayah konservasi.
Greenpeace juga menyoroti keterlibatan tokoh dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran dalam entitas yang menaungi PT Antam, yaitu MIND ID. Nama Fuad Bawazier disebut sebagai Komisaris Utama PT Antam, dan Grace Natalie sebagai Komisaris PT MIND ID. Arie menilai keterkaitan ini perlu dikritisi publik karena berpotensi melemahkan upaya konservasi dan tata kelola tambang yang adil.
“Dengan MIND ID dimiliki 99 persen oleh Danantara, perusahaan baru yang didirikan Presiden Prabowo, maka persoalan akuntabilitas pemanfaatan dana publik pun menjadi krusial,” tambahnya.
Sebelumnya, empat IUP tambang di Raja Ampat telah dicabut oleh pemerintah karena berada di kawasan konservasi Geopark. Namun, PT Gag Nikel menjadi satu-satunya perusahaan yang tetap beroperasi, menimbulkan pertanyaan atas perlakuan khusus yang diterima perusahaan ini.
Greenpeace menegaskan bahwa transparansi dan pembersihan konflik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam harus menjadi prioritas pemerintah jika ingin menjaga integritas ekosistem dan kepercayaan publik.
