Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan bahwa potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih tinggi di berbagai wilayah Indonesia, khususnya Sumatera dan Kalimantan. BMKG meminta agar satuan tugas penanganan karhutla tetap dalam kondisi siaga hingga Agustus 2025, mengingat sebagian wilayah masih menghadapi puncak musim kemarau.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa Sumatera Selatan dan Lampung tengah mengalami puncak musim kemarau, sementara wilayah lain seperti Kalimantan sebagian sudah melewati masa kritis tersebut pada Juni hingga Juli. Namun, sebagian wilayah Kalimantan lainnya masih akan menghadapi cuaca ekstrem kering di bulan Agustus.
“Mayoritas wilayah Kalimantan telah mengalami puncak kemarau pada Juni–Juli, namun sebagian wilayah lainnya masih akan mengalaminya pada Agustus. Oleh karena itu, kita semua harus tetap waspada dan siaga hingga Agustus,” ujar Dwikorita dalam rapat koordinasi nasional di Jakarta, Senin (28/7/2025).
BMKG juga menyoroti Provinsi Riau, yang diprediksi akan mengalami curah hujan sangat rendah pada awal Agustus, berkisar antara 20 hingga 50 milimeter. Meskipun diperkirakan akan ada peningkatan curah hujan pada pertengahan hingga akhir bulan, kondisi permukaan tanah tetap sangat rentan terbakar berdasarkan indeks FFMC yang tinggi.
Dwikorita menambahkan, tingkat kemudahan terbakar akan mencapai puncaknya pada 30 Juli 2025 dan mulai menurun setelah 3 Agustus. Oleh karena itu, langkah mitigasi seperti patroli darat dan udara serta operasi modifikasi cuaca harus disiapkan untuk mengurangi potensi kebakaran.
“Pastikan tidak ada lagi aktivitas pembakaran karena kondisi cuacanya sangat kering dan minim hujan, yang ditandai dengan warna merah pada peta prakiraan,” jelasnya.
Menurut BMKG, siaga dini dan koordinasi lintas instansi merupakan kunci untuk mencegah perluasan titik api yang dapat berimbas pada pencemaran udara lintas negara. Kabut asap dari karhutla di Sumatera bahkan telah terpantau mencapai wilayah Malaysia, memicu perhatian regional.
Dengan ancaman karhutla yang masih tinggi, kesiapsiagaan semua pihak, termasuk pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas.