Bandung – Pemerintah Indonesia mulai mengambil langkah antisipatif terkait kebijakan Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang menghentikan sementara proses pengajuan visa pelajar internasional, termasuk penangguhan seluruh wawancara visa pelajar di kedutaan besar AS di seluruh dunia.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto mengatakan bahwa pihaknya bersama pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Luar Negeri dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), tengah menyusun skenario pengalihan studi bagi mahasiswa Indonesia yang terdampak kebijakan tersebut.
“Intinya langkah antisipasi, lebih tepatnya begitu. Kita mengantisipasi jika memang betul itu terjadi,” ujar Brian saat ditemui di Gedung Rektorat ITB, Bandung, Kamis (29/5/2025).
Menurutnya, pemerintah ingin memastikan tidak ada mahasiswa yang telantar akibat dinamika kebijakan luar negeri mitra pendidikan. Salah satu opsi yang tengah dijajaki adalah mengarahkan studi ke negara alternatif atau menampung mereka di perguruan tinggi dalam negeri.
Kesiapan ini juga ditegaskan oleh Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Tatacipta Dirgantara yang memastikan institusinya siap menampung mahasiswa pindahan dari AS. Ia menyebut bahwa kasus serupa pernah terjadi pada 2001, saat sejumlah mahasiswa Indonesia program S3 dipulangkan dan melanjutkan studi mereka di ITB.
“Ini bukan hal baru. Tahun 2001, mahasiswa Indonesia yang sedang S3 di Amerika pulang dan tidak bisa kembali. Mereka menyelesaikan studinya di ITB. Jadi ini pernah terjadi,” jelasnya.
Hal senada disampaikan Rektor Universitas Prasetiya Mulya, Dr. Hassan Wirajuda. Ia menegaskan bahwa kampus swasta juga siap menampung mahasiswa terdampak, terlebih banyak di antara mereka adalah penerima beasiswa negara.
“Untuk kampus swasta sama saja. Banyak juga mahasiswa kami yang disponsori oleh lembaga negara seperti LPDP, sehingga tetap mengikuti arahan pemerintah,” katanya.
Kebijakan AS yang diumumkan Presiden Donald Trump mencakup penghentian wawancara visa pelajar dan pemeriksaan akun media sosial pemohon visa. Langkah ini dilaporkan terkait dengan pemantauan terhadap aktivitas yang dianggap mendukung “terorisme” atau protes pro-Palestina di kampus-kampus.
Dalam dokumen internal dari Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio disebutkan bahwa penghentian berlaku sampai panduan lanjutan diterbitkan. Hal ini mengaburkan kepastian nasib mahasiswa internasional, termasuk dari Indonesia.
Wakil Mendiktisaintek Stella Christie mengimbau agar seluruh mahasiswa Indonesia di AS dengan visa F, M, dan J tidak meninggalkan wilayah AS hingga ada kejelasan kebijakan lebih lanjut.
“Kami akan ambil langkah strategis untuk menjamin kelanjutan studi mahasiswa, termasuk menjajaki peluang di perguruan tinggi unggulan negara lain maupun dalam negeri,” ujar Stella.
Ia menekankan bahwa hak pendidikan mahasiswa Indonesia, khususnya penerima beasiswa dengan LoA dari Kemendiktisaintek, tetap menjadi perhatian utama pemerintah.