Jakarta – Pemerintah Indonesia tak tinggal diam menghadapi kebijakan tarif impor sebesar 32 persen yang dikenakan Presiden Donald Trump terhadap produk asal Indonesia. Dalam strategi diplomatik terbaru, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan atau Zulhas, menyebut telur konsumsi sebagai senjata negosiasi yang efektif di tengah defisit pangan yang dialami Amerika Serikat.
Kondisi darurat pangan di Negeri Paman Sam, terutama akibat wabah flu burung HPAI yang menyerang sektor peternakan, telah memicu kelangkaan telur dan melambungkan harganya hingga USD 4,11 per lusin. Di sisi lain, Indonesia mengalami surplus produksi telur yang mencapai 288,7 ribu ton atau sekitar 5 miliar butir tiap bulannya.
“Alhamdulillah orang kurang telur, kita telurnya lebih,” ujar Zulhas pada Selasa (8/4/2025), sembari menegaskan kesiapan Indonesia memasok kebutuhan pangan global.
Ia menambahkan bahwa kondisi surplus juga terjadi pada beras, di mana stok nasional saat ini tercatat mencapai 2,8 juta ton, sementara proyeksi produksi hingga April mencapai 13,9 juta ton. Menurut Zulhas, dua komoditas strategis ini dapat menjadi alat diplomasi yang krusial dalam meredam potensi perang dagang.
Pemerintah Indonesia pun merespons cepat dengan menggalang diplomasi ekonomi bersama negara-negara ASEAN. Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang dijadwalkan pekan depan akan membahas strategi bersama menghadapi tarif resiprokal dari AS, termasuk diskusi bilateral yang telah dibuka antara Menko Zulhas dengan Menko Ekonomi Airlangga Hartarto.
“Tidak ada soal balas-membalas. Ini soal saling membutuhkan. AS butuh kedelai, kita butuh pasar. Ini masih bisa dinegosiasikan,” jelas Zulhas, menyiratkan optimisme terhadap jalur diplomatik.
Kebijakan tarif baru AS memicu gelombang kekhawatiran di berbagai sektor ekspor Indonesia. Namun, pemerintah menilai momentum ini sebagai ajang pembuktian kedaulatan pangan dan peluang membuka akses pasar baru dengan komoditas unggulan yang selama ini tidak diperhitungkan.
Dengan menyandingkan surplus telur dan beras sebagai solusi terhadap defisit pangan AS, Indonesia berharap dapat menyeimbangkan tekanan dagang dan membuka ruang dialog yang lebih produktif.
