Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Lepaskan Ketegangan, Raih Kedamaian

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Jumat, 24 Oktober 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Kaya SDA, Tapi Hidup dari Pajak

Ketika tambang makin dalam digali, rakyat justru makin dalam menanggung beban pajak demi membiayai negara.
Udex MundzirUdex Mundzir8 Juli 2025 Editorial
Ironi Indonesia kaya sumber daya alam tapi bergantung pajak.
Ilustrasi salah satu kekayaan SDA Indonesia (.inet)
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Indonesia selalu dielu-elukan sebagai negara yang “kaya raya” sumber daya alam. Emas, batu bara, nikel, tembaga, minyak, gas, hingga hutan tropis yang membentang luas, semua sering dijadikan modal kebanggaan di panggung internasional. Namun, di balik narasi gemerlap ini, ada kenyataan pahit yang jarang dibahas secara jujur: sumber pendapatan terbesar negara justru bukan dari kekayaan alam, melainkan dari kantong rakyat lewat pajak.

Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pada 2023, pajak menyumbang sekitar 82 persen dari total pendapatan negara, atau sekitar Rp2.300 triliun. Sebaliknya, kontribusi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang bersumber dari sektor SDA hanya sekitar 18 persen. Padahal, jika benar dikelola maksimal, sektor SDA semestinya mampu menopang lebih banyak kebutuhan fiskal negara, bahkan mengurangi ketergantungan pada pungutan pajak rakyat.

Sebagian besar potensi SDA justru dikuasai oleh perusahaan besar, baik asing maupun nasional, melalui skema kontrak karya, izin usaha pertambangan khusus (IUPK), dan bagi hasil yang sering kali lebih menguntungkan pihak korporasi. Misalnya, di sektor tambang nikel, Indonesia memang menjadi eksportir terbesar dunia. Namun, nilai tambah di dalam negeri masih rendah karena mayoritas diekspor dalam bentuk bahan mentah atau setengah jadi.

Lihat saja daerah kaya tambang seperti Mimika di Papua atau Morowali di Sulawesi Tengah. Masyarakat sekitar tambang sering kali tetap miskin, jalan rusak, akses air bersih terbatas, bahkan tingkat stunting tinggi. Ironi ini seakan menegaskan bahwa keuntungan besar hanya dinikmati segelintir elit, sementara masyarakat lokal menjadi korban kerusakan lingkungan dan sosial.

Pemerintah pusat kerap berdalih bahwa pajak adalah tulang punggung stabilitas fiskal karena lebih pasti dan terukur dibanding pendapatan dari SDA yang fluktuatif. Argumen ini memang valid dari sisi teori fiskal. Namun, jika dalih ini terus dipakai tanpa pembenahan serius tata kelola SDA, rakyat akan terus dijadikan penopang utama pembangunan melalui pajak yang semakin memberatkan.

Gambaran kontras ini terlihat jelas dalam meme yang viral belakangan ini. Gambar yang menampilkan jalan berlumpur di desa, di samping foto robot anjing mahal dan Menteri Keuangan, seakan menampar kesadaran publik: negara mengaku kaya SDA, tetapi pembangunan dasar seperti jalan, sanitasi, dan layanan kesehatan di banyak daerah masih tertinggal jauh.

Menurut laporan Kementerian PUPR, lebih dari 40 persen jalan kabupaten di Indonesia dalam kondisi rusak atau rusak berat pada 2023. Akibatnya, biaya logistik naik, harga pangan mahal, petani kesulitan menjual hasil panen, dan akses pendidikan serta kesehatan terganggu.

Sementara itu, belanja negara untuk sektor keamanan dan belanja modal canggih seperti robot anjing (I-K9) justru meningkat tajam. Alat ini memang dibutuhkan dalam konteks tertentu seperti penanggulangan teror atau operasi taktis, tetapi jika dibandingkan dengan kebutuhan mendasar rakyat, prioritas ini patut dikritisi.

Di sisi hukum, celah pengawasan masih sangat besar. Banyak daerah penghasil tambang justru menjadi lahan subur korupsi. Menurut laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2023 setidaknya ada 45 kasus korupsi terkait izin tambang, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp3 triliun. Ironisnya, kasus ini sering melibatkan pejabat daerah yang seharusnya memperjuangkan kepentingan masyarakat lokal.

Dari sisi sosial dan budaya, ketidakadilan distribusi keuntungan SDA menimbulkan luka mendalam. Masyarakat di sekitar tambang kerap dijanjikan lapangan pekerjaan dan pembangunan infrastruktur, tetapi yang mereka dapat hanyalah debu, limbah, dan harga pangan yang naik. Kearifan lokal yang selaras dengan alam perlahan tergilas oleh industri ekstraktif.

Secara ekonomi, ketergantungan pada pajak menimbulkan risiko serius. Ketika ekonomi nasional melambat, pendapatan pajak pasti ikut turun. Pada saat itulah defisit anggaran melebar, utang meningkat, dan ruang fiskal untuk belanja sosial mengecil. Kondisi ini sudah terlihat pada 2020–2021, saat pandemi Covid-19 membuat penerimaan pajak anjlok, memaksa pemerintah menambah utang hingga lebih dari Rp1.000 triliun dalam dua tahun.

Padahal, jika pendapatan dari SDA dikelola lebih adil, negara bisa punya cadangan fiskal yang lebih kuat. Norwegia adalah contoh sukses bagaimana negara kaya SDA bisa memanfaatkan hasil migas untuk membangun dana abadi (sovereign wealth fund) yang sekarang menyejahterakan rakyatnya.

Untuk mengatasi masalah ini, solusi tidak bisa setengah hati. Pertama, pemerintah harus berani meninjau ulang kontrak-kontrak SDA yang tidak adil. Negara harus memperjuangkan porsi bagi hasil yang lebih besar dan memastikan transparansi penerimaan negara.

Kedua, dana bagi hasil untuk daerah penghasil harus ditingkatkan dan tepat sasaran. Pemerintah daerah juga harus diawasi ketat agar tidak menjadi ladang korupsi. Implementasi e-budgeting dan sistem pengawasan digital harus diperluas, meniru beberapa daerah yang sudah lebih maju, seperti Jawa Barat.

Ketiga, alokasi anggaran harus diubah dari pola “pusat sentris” menjadi lebih berimbang. Prioritas pembangunan infrastruktur dasar, terutama jalan, jembatan, irigasi, dan sanitasi, harus menjadi garis depan. Jangan sampai robot anjing canggih dibeli, tetapi anak sekolah di pedalaman harus berjalan kaki berjam-jam di lumpur.

Selain itu, partisipasi publik harus diperkuat. Rakyat berhak tahu ke mana uang mereka disalurkan. Mekanisme konsultasi publik, forum musyawarah, hingga pelibatan masyarakat sipil dalam pengawasan anggaran, harus dijadikan kewajiban, bukan sekadar formalitas.

Sebagai media, kami melihat bahwa persoalan ini bukan sekadar masalah teknis anggaran, melainkan persoalan moral dan keadilan. Negara yang terus membanggakan kekayaan alam, tetapi gagal memanfaatkannya untuk rakyat, sedang mengkhianati mandat konstitusi.

Indonesia tidak kekurangan tambang, tidak kekurangan hutan, tidak kekurangan minyak dan gas. Yang kurang adalah keberanian menata ulang tata kelola, menindak tegas mafia SDA, dan merumuskan prioritas yang benar-benar berorientasi pada rakyat.

Pajak seharusnya menjadi instrumen pelengkap, bukan tumpuan utama. Jika SDA diurus dengan benar, pajak rakyat bisa dikurangi, beban ekonomi masyarakat berkurang, dan daya beli meningkat. Pada akhirnya, kesejahteraan rakyat akan menjadi bukti bahwa kekayaan alam benar-benar menjadi anugerah, bukan kutukan.

Ekonomi Indonesia Kebijakan Pajak Ketimpangan Daerah Pembangunan Nasional Sumber Daya Alam
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleTanggapi Gugatan Brasil, Basarnas Tegaskan Evakuasi Sesuai SOP
Next Article Hindari Kata Kasar, Bisa Dipenjara 4 Bulan!

Informasi lainnya

IHSG dan Rupiah Terus Melemah Usai Sri Mulyani Lengser

9 September 2025

Purbaya Tuai Kontroversi, Sebut Tuntutan 17+8 Hanya Suara Kecil

9 September 2025

Waspadai, Purbaya Anak Buah Luhut

9 September 2025

Bersih-Bersih Kabinet Prabowo Dimulai

9 September 2025

Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan Baru

9 September 2025

Sri Mulyani Diganti, IHSG Terkoreksi 1,28 Persen ke 7.766

8 September 2025
Paling Sering Dibaca

Nikah Anti Ribet: Cara Mudah Daftar di KUA

Lifestyles Assyifa

Sabar dan Doa: Kunci Mengubah Hidup Menjadi Lebih Baik

Islami Assyifa

Bank Mandiri Berkolaborasi Ciptakan Smart Financing untuk UKM

Bisnis Alfi Salamah

Harta Ilmu di Perpustakaan Masjid Nabawi Menanti Eksplorasi

Islami Alfi Salamah

Senyum Sebagai Sedekah yang Bernilai Ibadah

Islami Silva
Berita Lainnya
Kesehatan
Alfi Salamah23 Oktober 2025

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Kasus Radiasi Cikande Masuk Tahap Penyidikan, PT PMT Dianggap Lalai

Trump Resmikan Fase Dua Kesepakatan Gencatan Gaza

Menkeu Purbaya Pertimbangkan Pemangkasan PPN Tahun 2026

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.