Sorong – Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Papua menyerukan agar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta sejumlah kepala daerah tidak mencampuri penyelidikan atas dugaan kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat. Koalisi menilai intervensi tersebut berpotensi mengaburkan fakta di lapangan dan melemahkan proses penegakan hukum.
Sejak Kamis (5/6/2025), Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengerahkan tim Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Polsus PWP3K) untuk melakukan investigasi kerusakan lingkungan di Pulau Gag dan sekitarnya. Namun, hanya dua hari berselang, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bersama Gubernur Papua Barat dan Bupati Raja Ampat mengunjungi lokasi tambang dan menyatakan tidak menemukan kerusakan lingkungan, meski hasil penyelidikan resmi belum dipublikasikan.
Koalisi Papua menilai pernyataan para pejabat itu sebagai upaya pembelaan terhadap perusahaan tambang. “Pernyataan para pejabat tersebut yang terekam dalam video merupakan bentuk argumentasi subjektif yang terkesan ingin membela PT Gag Nikel,” ujar Emmanuel Gobay dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Minggu (8/6/2025). Ia menegaskan bahwa pejabat tersebut tidak memiliki kewenangan untuk menyimpulkan hasil penyelidikan.
Aktivitas tambang yang dijalankan PT Gag Nikel diduga telah melanggar Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Menurut Greenpeace, kerusakan sudah terjadi di lebih dari 500 hektare lahan hutan dan vegetasi khas yang tersebar di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran.
Sementara itu, Koalisi Selamatkan Manusia dan Alam Domberai menyampaikan kekecewaan terhadap Bahlil yang menghindar dari dialog dengan peserta aksi damai di Bandara DEO Sorong, Sabtu (7/6/2025). Ketika massa hendak menyampaikan aspirasi secara langsung, Bahlil justru memilih keluar melalui pintu belakang.
“Kami kecewa. Ini menunjukkan ketidaksiapan dan ketidakpedulian terhadap suara masyarakat Papua,” ujar Uno, perwakilan masyarakat adat Raja Ampat. Ia menyatakan bahwa aksi damai tersebut menuntut pencabutan izin tambang dan penghentian proyek strategis nasional di Papua yang dinilai tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
Desakan terhadap pemerintah pusat dan daerah agar menghentikan proyek-proyek ekstraktif di Tanah Papua terus bergema, menyuarakan kekhawatiran atas dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan oleh eksploitasi sumber daya alam secara masif.