Sangatta – Kasus HIV/AIDS di Kutai Timur menunjukkan peningkatan signifikan pada 2024. Hingga November, tercatat 140 kasus baru Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV), berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kutai Timur. Tren ini memicu kekhawatiran karena lonjakan terjadi setelah penurunan kasus pada tahun-tahun sebelumnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kutai Timur, dr. Bahrani, menyatakan bahwa lonjakan ini menjadi peringatan penting bagi masyarakat. “Penurunan kasus yang terjadi sebelumnya cukup menggembirakan, tetapi fakta bahwa penularan terus terjadi menegaskan pentingnya edukasi dan kesadaran masyarakat,” ujar Bahrani dalam temu media memperingati Hari AIDS Sedunia 2024.
Data dan Tren Kasus HIV/AIDS
- Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Kutim, kasus HIV/AIDS mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir.
- 2021: 124 kasus positif HIV/AIDS.
- 2022: Sedikit menurun menjadi 122 kasus.
- 2023: Mengalami penurunan signifikan menjadi 99 kasus.
- 2024: Lonjakan kembali terjadi dengan 140 kasus baru hingga November.
“Angka ini menjadi alarm bagi kita semua. Penularan HIV/AIDS sering kali tidak terdeteksi hingga bertahun-tahun karena sifatnya yang asimtomatik pada tahap awal,” jelas Bahrani.
Lima Faktor Utama Penularan
Dinas Kesehatan Kutai Timur mengidentifikasi lima faktor utama penularan HIV/AIDS di wilayah tersebut:
- Lelaki Seks dengan Lelaki (LSL)
LSL menjadi kelompok dengan risiko tertinggi, terutama melalui seks anal yang berisiko 18 kali lebih tinggi dibandingkan seks vaginal. “Data menunjukkan bahwa LSL dengan perilaku seksual berisiko memiliki kemungkinan 5.898 kali lebih besar untuk terinfeksi HIV dibandingkan yang tidak,” ungkap Bahrani. - Wanita Penjaja Seks (WPS)
Minimnya penggunaan kondom dan rendahnya kesadaran risiko HIV menjadi faktor utama penularan pada kelompok ini. - Pasangan ODHIV
Risiko tinggi penularan terjadi pada pasangan yang tidak mengetahui status HIV pasangan mereka atau tidak menggunakan metode pencegahan. - Pasien Tuberkulosis (TBC)
HIV/AIDS dan TBC memiliki hubungan erat. Sistem imun yang lemah membuat pasien TBC lebih rentan terhadap infeksi HIV. - Ibu Hamil
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus kepada bayinya selama kehamilan, persalinan, atau menyusui.
Tantangan Terbesar Pengendalian HIV/AIDS
Menurut dr. Bahrani, stigma terhadap ODHIV menjadi tantangan terbesar dalam pengendalian HIV/AIDS. “Masih banyak masyarakat yang menghakimi ODHIV, sehingga mereka merasa takut dan malu untuk terbuka. Padahal, deteksi dini dan pengobatan sangat penting untuk mencegah penularan lebih lanjut,” tegasnya.
Dinas Kesehatan berupaya menciptakan layanan kesehatan yang inklusif dengan menyediakan tes HIV gratis, distribusi kondom, dan akses pengobatan antiretroviral (ARV).
Edukasi menjadi fokus utama dalam pencegahan HIV/AIDS. Kampanye rutin dilakukan untuk meningkatkan kesadaran, terutama di kalangan kelompok populasi kunci seperti LSL dan WPS.
“Kami ingin masyarakat memahami bahwa HIV/AIDS bukan hanya tentang penyakit, tetapi juga tentang bagaimana kita mendukung satu sama lain. Dukungan moral sangat penting untuk membantu ODHIV menjalani hidup yang sehat dan produktif,” ujar Bahrani.
Kolaborasi dengan Pihak Swasta
Selain itu, kolaborasi dengan pihak swasta, lembaga masyarakat, dan tokoh agama diharapkan dapat memperluas jangkauan program pencegahan.
Dengan tema “Hak Setara untuk Semua, Bersama Kita Bisa,” peringatan Hari AIDS Sedunia 2024 menekankan pentingnya kesetaraan akses layanan kesehatan.
“Setiap individu, termasuk ODHIV, memiliki hak yang sama atas layanan kesehatan. Tidak boleh ada diskriminasi. Dengan bersinergi, saya yakin kita bisa mencapai target Ending AIDS pada 2030,” kata Bahrani optimis.
Peran Aktif Masyarakat
Melalui edukasi, pengobatan, dan pengurangan stigma, Dinas Kesehatan Kutai Timur berharap angka penularan HIV/AIDS dapat ditekan secara signifikan. “Tidak ada yang bisa melawan HIV/AIDS sendirian. Ini adalah tanggung jawab bersama. Jika kita semua bersatu, Kutai Timur dapat menjadi wilayah yang bebas dari HIV/AIDS di masa depan,” tutup Bahrani.
Upaya pencegahan HIV/AIDS membutuhkan peran aktif masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan sehat, serta menjadikan kesehatan reproduksi sebagai prioritas bersama.