Solo – Kesedihan menyelimuti Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Raja mereka, Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi, wafat pada Minggu (2/11/2025) setelah menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Indriati akibat komplikasi penyakit yang dideritanya. Kepergian sang raja meninggalkan duka mendalam sekaligus pertanyaan besar: siapa penerus sah takhta kerajaan yang kaya tradisi itu?
Dalam tradisi kerajaan Jawa, penerus biasanya adalah putra tertua dari istri resmi atau permaisuri. Namun hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak keraton mengenai suksesi. Seluruh keluarga besar, abdi dalem, serta pihak keraton masih memusatkan perhatian pada prosesi pemakaman PB XIII yang dijadwalkan pada 5 November 2025 mendatang.
Dari informasi yang dihimpun, PB XIII Hangabehi pernah menikah sebanyak tiga kali dan memiliki tujuh orang anak. Pernikahan pertama dengan KRAy Endang Kusumaningdyah dikaruniai tiga anak perempuan: GKR Timoer, GRAy Devi Lelyana Dewi, dan GRAy Dewi Ratih Widyasari. Setelah bercerai, ia menikah dengan KRAy Winari Sri Haryani, dari mana lahir tiga anak lagi: GPH Mangkubumi, BRAy Sugih Oceania, dan GRAy Putri Purnaningrum.
Pernikahan ketiganya dengan KRAy Adipati Pradapaningsih Asih Winarni atau kini bergelar GKR Pakubuwana XIII, dikaruniai seorang putra: KGPH Purbaya, yang dikenal juga sebagai KGPAA Hamangkunegara Sudibya Rajaputra Narendra Mataram.
Pada Minggu (27/2/2022), dalam peringatan Tingalan Dalem Jumenengan ke-18 PB XIII, sang raja menetapkan KGPH Purbaya sebagai putra mahkota dan mengukuhkan Asih Winarni sebagai permaisuri resmi. “Yang istimewa kali ini adalah pengukuhan garwa dalem menjadi Gusti Kanjeng Ratu Paku Buwono, serta penetapan KGPH Purbaya sebagai putra mahkota,” ujar KGPH Dipokusumo, adik PB XIII, kala itu kepada wartawan.
Menurutnya, penetapan tersebut merupakan bentuk regenerasi dan kesinambungan tradisi kerajaan. “Dalam tradisi keraton, regenerasi merupakan bagian penting dari tata adat. KGPH Purbaya diberikan kekancingan sebagai tanda pengukuhan putra mahkota,” jelasnya.
Namun, pengangkatan itu sempat menuai penolakan dari sebagian keluarga keraton. Salah satunya datang dari GKR Wandasari atau Gusti Moeng, yang menilai status ibu dari Purbaya belum memenuhi syarat adat untuk diangkat sebagai permaisuri resmi. “Seorang permaisuri harus dinikahkan secara bhayangkari dan dalam kondisi tertentu sesuai pakem keraton. Dalam hal ini, syarat itu belum terpenuhi,” ungkapnya kala itu.
Kini, dengan wafatnya PB XIII Hangabehi, perdebatan mengenai suksesi Keraton Surakarta kemungkinan akan kembali mengemuka. Sementara itu, masyarakat dan keluarga besar keraton masih larut dalam suasana duka, menanti kejelasan siapa yang akan melanjutkan takhta luhur Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
