Sidoarjo – “Kami hanya ingin mencari makan, bukan bikin masalah.” Kalimat ini menggema di tengah suasana hangat buka puasa bersama para Pedagang Kaki Lima (PKL) Pepelegi dan Sawotratap, Selasa malam (18/3/2025), saat mereka menyuarakan kekhawatiran atas rencana penggusuran pasca Lebaran Idulfitri 2025.
Puluhan PKL di Jalan Raya Pepelegi, Waru, dan Sawotratap, Gedangan, kembali menyuarakan aspirasi mereka setelah sebelumnya menerima surat pelanggaran dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas. Namun, dalam surat terbaru, BBWS menyatakan menyerahkan persoalan tersebut ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo.
Tito Pradopo, penasihat para PKL, menilai tuduhan BBWS bahwa lapak PKL sebagai penyebab banjir tidak berdasar. Ia menekankan bahwa para pedagang selama ini justru menjaga kebersihan dan tidak pernah diajak duduk bersama untuk mencari solusi.
“Kami dukung penanganan banjir dan program pemerintah. Tapi jangan sampai kami jadi korban. Ini soal hidup orang banyak,” tegas Tito yang juga mantan Ketua DPC PDIP Sidoarjo dua periode.
Dalam kesempatan yang sama, Buyung alias Daeng Siruah, Ketua Paguyuban PKL, menyatakan para pedagang sudah bersurat ke berbagai instansi, termasuk DPRD, namun belum ada tanggapan.
“Kami tidak menolak pengaturan, tapi berikan solusi yang adil. Bisa dibuat box cover agar area ini tetap bisa jadi wisata kuliner,” usulnya. Ia juga berharap Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo bersedia duduk bersama membahas nasib para PKL.
Salah satu suara paling mengharukan datang dari Pak Udin, PKL berusia 53 tahun yang telah berjualan di lokasi tersebut selama lebih dari tiga dekade.
“Kalau digusur, saya harus ke mana? Usia saya tidak memungkinkan lagi cari kerja di pabrik. Kami minta pemerintah lihat kondisi kami dulu sebelum ambil keputusan,” keluhnya.
Para pedagang berharap Pemkab tidak hanya mendengar laporan satu sisi, melainkan mau berdialog secara terbuka agar keputusan yang diambil berpihak pada masyarakat kecil. Ramadan menjadi momen yang tepat untuk membangun komunikasi dan keadilan sosial.
