Jejak kejayaan masa lalu masih begitu kuat terasa di Savoy Homann Hotel, bangunan bersejarah yang berdiri megah di jantung Kota Bandung. Sebagai hotel tertua di kota ini, Savoy Homann menjadi saksi bisu perkembangan Bandung dari masa kolonial hingga menjadi kota modern seperti sekarang.
Savoy Homann Hotel didirikan pada tahun 1871 oleh Aart Homann, seorang pria berkebangsaan Jerman. Awalnya, hotel ini hanya berupa penginapan kecil dengan konsep rumah makan yang melayani para pedagang dan pelancong yang melintasi Jalan Raya Pos, kini dikenal sebagai Jalan Asia Afrika.
Dengan lokasi yang strategis dan pelayanan yang ramah, hotel ini segera menjadi persinggahan favorit bagi mereka yang datang ke Bandung. Seiring waktu, penginapan ini berkembang pesat di bawah pengelolaan keluarga Homann, terutama C.F. Homann, yang melanjutkan usaha keluarga tersebut.
Transformasi besar terjadi pada tahun 1939. Hotel ini direnovasi total oleh arsitek ternama Albert Frederik Aalbers. Aalbers dikenal dengan gaya arsitektur Art Deco yang elegan, dan ia menerapkan gaya tersebut pada Savoy Homann.
Bangunan hotel diperbarui dengan desain lengkung khas, jendela-jendela besar, dan garis-garis tegas yang membuatnya tampak modern dan mewah untuk ukuran masa itu. Desain ini membuat Savoy Homann menjadi simbol arsitektur megah di Bandung, serta salah satu bangunan paling ikonik yang masih berdiri hingga kini.
Peran Savoy Homann dalam sejarah Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1955, ketika Bandung menjadi tuan rumah Konferensi Asia-Afrika. Hotel ini menjadi tempat menginap para pemimpin dunia, seperti Presiden Soekarno, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, dan Perdana Menteri Tiongkok Chou En-Lai.
Pertemuan bersejarah ini menjadikan Savoy Homann bagian dari perjalanan diplomasi internasional yang memperjuangkan persatuan negara-negara Asia dan Afrika. Tak heran jika hotel ini kini dianggap sebagai salah satu peninggalan penting dalam sejarah hubungan antarbangsa.
Meski sudah lebih dari satu abad berlalu, Savoy Homann tetap menjaga pesonanya. Interior hotel masih mempertahankan sentuhan klasik, dengan perabotan yang mencerminkan keanggunan era kolonial. Lorong-lorongnya seakan membawa pengunjung melintasi waktu, kembali ke masa ketika Bandung dijuluki Parijs van Java.
Tidak hanya wisatawan lokal, banyak turis mancanegara yang sengaja datang untuk merasakan atmosfer masa lalu di hotel ini. Bagi pecinta sejarah, menginap di Savoy Homann adalah pengalaman yang tak tergantikan.
“Saya merasa seperti kembali ke tahun 1950-an ketika berjalan di lorong hotel ini. Arsitekturnya sangat terawat, dan setiap sudutnya bercerita tentang sejarah,” ungkap Rina, seorang wisatawan asal Jakarta, yang baru pertama kali menginap di Savoy Homann.
Pihak pengelola hotel juga terus melakukan pembaruan fasilitas agar tetap relevan dengan kebutuhan masa kini. Kamar-kamar yang elegan, restoran dengan menu khas Indonesia dan Eropa, hingga ruang pertemuan yang modern, semua dipadukan tanpa menghilangkan nuansa historisnya.
Bagi yang tidak menginap, Savoy Homann tetap terbuka untuk dikunjungi. Banyak pengunjung yang datang sekadar menikmati kopi di lobi sambil merasakan suasana klasik yang penuh cerita.
“Rasanya seperti ngopi di tengah sejarah. Melihat foto-foto lama di dinding hotel ini, saya jadi membayangkan suasana Konferensi Asia-Afrika dulu,” kata Dani, seorang pengunjung asal Bandung.
Savoy Homann Hotel tidak sekadar penginapan. Ia adalah cagar budaya yang merawat kenangan, menjembatani masa lalu dengan masa kini. Berkunjung ke hotel ini bagaikan membaca buku sejarah yang hidup, di mana setiap sudutnya merekam jejak langkah para tokoh dunia.
Bagi Anda yang ingin menelusuri sejarah Bandung lebih dekat, Savoy Homann adalah destinasi yang wajib dikunjungi. Di sinilah masa lalu dan masa kini menyatu dalam harmoni yang indah.