Close Menu
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel

Subscribe to Updates

Get the latest creative news from FooBar about art, design and business.

What's Hot

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Lepaskan Ketegangan, Raih Kedamaian

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp
Kamis, 23 Oktober 2025
  • Advertorial
  • Rilis Berita
Facebook X (Twitter) Instagram WhatsApp YouTube
Onews.idOnews.id
  • Beranda
  • News
    • Nasional
    • Daerah
    • Figur
    • Info Haji
    • Rilis Berita
  • Info Haji 2025
  • Politik
  • Ekonomi
  • Saintek
  • Artikel
WhatsApp Channel
Onews.idOnews.id

Tegakkan Hukum, Bukan Cari Kambing Hitam

Negara tidak butuh revisi aturan jika penegak hukumnya masih tunduk pada kekuasaan atau premanisme yang berselubung ormas.
Udex MundzirUdex Mundzir29 April 2025 Editorial
Penegakan Hukum Premanisme Ormas
Ilustrasi Penegakan Hukum Premanisme Ormas (.inet)
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest WhatsApp Email

Kegaduhan seputar keberadaan ormas-ormas yang diduga terlibat premanisme kini makin riuh. Pemerintah pusat dan DPR mengajukan ide revisi UU Ormas, seolah itu jawaban atas keresahan publik. Tetapi sesungguhnya, bukan aturan yang kurang. Yang hilang adalah keberanian menegakkan hukum yang sudah ada.

UU No. 16 Tahun 2017 tentang Ormas sudah memberikan dasar hukum yang kuat untuk menertibkan organisasi masyarakat yang menyimpang dari fungsinya. UU itu bahkan memungkinkan pembubaran ormas tanpa harus melalui prosedur pengadilan jika terbukti melanggar prinsip-prinsip kebangsaan.

Masalahnya bukan di situ. Yang jadi penyakit adalah mentalitas “pilih-pilih” dalam menegakkan hukum. Beberapa ormas dekat kekuasaan dibiarkan melanggar, sementara yang kritis cepat diproses. Ini bukan soal lemahnya regulasi, melainkan soal keberpihakan aparat yang masih selektif dan pragmatis.

Pernyataan Ketua Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda sebetulnya sudah tepat. Ia menilai tak perlu revisi UU Ormas, karena masalah sebenarnya ada pada implementasi, bukan pada teks undang-undang itu sendiri. Sayangnya, pernyataan ini tidak banyak diangkat, kalah oleh narasi populis soal revisi besar-besaran.

Mengapa ada dorongan revisi? Ini terlihat seperti usaha mengalihkan perhatian. Alih-alih berani membongkar jejaring ormas-ormas yang melindungi kepentingan politik tertentu, pemerintah memilih membuat kesan sibuk memperbaiki undang-undang. Padahal, hukum yang tidak ditegakkan, akan tetap mandul, sebaik atau setebal apapun aturan itu.

Lihat saja realitasnya. Berapa banyak kasus premanisme yang berlabel ormas berhasil diproses tuntas? Di banyak daerah, aktivitas pungli, intimidasi terhadap investor, dan kekerasan berbasis ormas berlangsung terang-terangan, tanpa konsekuensi serius. Negara seperti lumpuh di hadapan kelompok-kelompok ini.

Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno pun mengingatkan: jangan ada toleransi terhadap aksi-aksi “koboi” yang mengganggu investasi dan stabilitas ekonomi. Ini suara yang masuk akal. Tetapi seperti biasa, seruan ini akan berakhir sebagai basa-basi politis bila tidak disertai langkah nyata di lapangan.

Masalah premanisme berselubung ormas bukan persoalan baru. Ia adalah hasil dari pembiaran bertahun-tahun. Ketika ormas dijadikan alat politik saat Pilpres dan Pilkada, saat itu pula negara menggadaikan wibawanya kepada kekuatan informal yang kini sulit dikendalikan.

Keterlibatan ormas dalam politik praktis menciptakan simbiosis berbahaya: kekuasaan membutuhkan dukungan massa, sementara ormas butuh perlindungan hukum. Akibatnya, ketegasan terhadap mereka seringkali tumpul. Ini bukan rahasia lagi. Semua orang tahu, hanya pura-pura tidak tahu.

Kini ketika ormas-ormas itu mulai melampaui batas, negara tiba-tiba sadar. Tapi bukannya menegakkan hukum yang sudah ada, malah berencana mengubah UU. Ini seperti memperbaiki atap rumah yang bocor, padahal fondasi rumahnya yang rapuh.

Publik berhak skeptis terhadap manuver revisi UU ini. Sebab pengalaman menunjukkan, perubahan undang-undang seringkali bukan untuk memperkuat perlindungan rakyat, tetapi untuk memperluas kontrol kekuasaan terhadap masyarakat sipil.

Membubarkan ormas preman bukan soal kurangnya instrumen hukum, tetapi soal keberanian politik. Pemerintah punya kewenangan penuh untuk membubarkan ormas yang mengancam ketertiban umum, berdasarkan Pasal 61 dan Pasal 62 UU Ormas. Tak perlu revisi apa-apa.

Bahkan dalam kasus berat, pemerintah bisa langsung mencabut status badan hukum ormas tanpa harus menunggu putusan pengadilan. Kewenangan itu sudah ada. Persoalannya, beranikah negara menggunakan kekuasaannya tanpa pandang bulu?

Jika tidak, maka revisi UU hanya akan jadi formalitas tanpa arti. Premanisme tetap bercokol, rakyat tetap jadi korban, dan negara tetap terlihat ompong di hadapan kekuatan non-negara yang mengancam ketertiban umum.

Satu hal lagi yang harus dikritisi adalah kecenderungan menggeneralisasi masalah. Tidak semua ormas bermasalah. Ada banyak organisasi masyarakat yang murni berjuang untuk nilai-nilai sosial, kemanusiaan, dan keadilan. Menyamakan mereka semua dengan oknum premanisme justru mencederai demokrasi.

Pemerintah harus mampu memilah: mana ormas yang menjadi bagian dari masyarakat sipil yang sehat, dan mana yang menjadi benalu negara. Kalau semua disamaratakan, kita justru membuka jalan bagi lahirnya negara represif yang anti terhadap kebebasan berkumpul dan berserikat.

Momentum ini seharusnya dipakai untuk membersihkan ormas-ormas bermasalah, bukan untuk memperlemah seluruh ekosistem organisasi masyarakat. Negara harus hadir sebagai pengayom masyarakat sipil, bukan sebagai monster yang menakut-nakuti rakyat dengan dalih stabilitas.

Di tengah upaya memperkuat iklim investasi dan memperbaiki ekonomi nasional, penegakan hukum yang adil dan tanpa diskriminasi jauh lebih penting daripada revisi undang-undang. Investor tidak butuh jaminan teks hukum baru. Mereka butuh bukti nyata bahwa hukum benar-benar ditegakkan di lapangan.

Kita juga harus kritis terhadap siapa yang berada di balik dorongan revisi UU ini. Jangan sampai, justru kelompok-kelompok yang selama ini mendapat keuntungan dari keberadaan ormas-ormas bermasalah itu yang mengendalikan arah revisi. Kalau ini terjadi, maka revisi itu hanya akan melanggengkan status quo, bukan memperbaikinya.

Rakyat Indonesia sudah terlalu sering dikecewakan oleh janji-janji perubahan yang hanya berhenti di atas kertas. Kali ini, publik harus menuntut lebih. Bukan janji, bukan revisi, tapi tindakan konkret: tegakkan hukum, bersihkan aparat dari intervensi politik, dan berani membongkar jejaring kekuasaan gelap di balik premanisme berkedok ormas.

Jika pemerintah sungguh-sungguh ingin memperbaiki citra negara, tidak ada jalan lain: hukum harus ditegakkan secara adil, tanpa takut, tanpa pandang bulu. Inilah satu-satunya cara agar demokrasi tetap hidup, rakyat terlindungi, dan hukum benar-benar menjadi panglima.

DPR RI Kritik Pemerintah Penegakan Hukum Premanisme Ormas UU Ormas
Share. Facebook Pinterest LinkedIn WhatsApp Telegram Email
Previous ArticleSosialisasi Zonasi Hutan Digelar di Muara Muntai
Next Article Korupsi Dana Desa Tak Bisa Lagi Dimaafkan

Informasi lainnya

Waspadai, Purbaya Anak Buah Luhut

9 September 2025

Bersih-Bersih Kabinet Prabowo Dimulai

9 September 2025

Orde Baru Jauh Lebih Baik

8 September 2025

Jokowi, Mengapa Masih Ikut Campur?

4 September 2025

Mengakhiri Bayang Jokowi

4 September 2025

Selamat Tinggal Agustus Kelabu: Tinggalkan Joget-joget di Istana

1 September 2025
Paling Sering Dibaca

Peraturan Penggunaan Media Sosial untuk Anak di Indonesia

Techno Ericka

Langkah Skuad Muda yang Tertatih

Opini Assyifa

Haji Idi dan Situasi Simalakama di Pilkada Sampang

Opini Udex Mundzir

APBS Siapkan Santri Jadi Pengusaha Tangguh

Bisnis Ericka

Jokowi, Mengapa Masih Ikut Campur?

Editorial Udex Mundzir
Berita Lainnya
Kesehatan
Alfi Salamah23 Oktober 2025

Manfaat Sehat Biji Selasih untuk Tubuh dan Kulit

Firnadi Ikhsan Serap Aspirasi Tiga Delegasi di Hari Aspirasi PKS Kaltim

Kasus Radiasi Cikande Masuk Tahap Penyidikan, PT PMT Dianggap Lalai

Trump Resmikan Fase Dua Kesepakatan Gencatan Gaza

Menkeu Purbaya Pertimbangkan Pemangkasan PPN Tahun 2026

  • Facebook 920K
  • Twitter
  • Instagram
  • YouTube
“Landing
© 2021 - 2025 Onews.id by Dexpert, Inc.
PT Opsi Nota Ideal
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kode Etik
  • Kontak

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.