Washington – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyetujui penjualan 3.350 unit rudal serang jarak jauh atau Extended Range Active Missiles (ERAM) kepada Ukraina. Kesepakatan ini bernilai sekitar 850 juta dolar AS atau Rp13,79 triliun, sebagaimana dilaporkan Wall Street Journal (WSJ) pada akhir pekan, mengutip keterangan dua pejabat AS.
Paket persenjataan tersebut direncanakan tiba di Ukraina dalam enam pekan ke depan. Sebagian besar biaya akan ditanggung oleh negara-negara sekutu Ukraina di Eropa. Persetujuan penjualan ini terjadi setelah Trump mengadakan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Washington.
Rudal ERAM memiliki jangkauan 241 hingga 450 kilometer. Namun, penggunaannya oleh Ukraina tetap membutuhkan izin dari Departemen Pertahanan AS (Pentagon). Hingga saat ini, belum ada rencana tambahan pengiriman rudal sejenis, meskipun Ukraina masih bisa memanfaatkan persenjataan lain buatan AS, termasuk sistem pertahanan udara dan Guided Multiple Launch Rocket System (GMLRS) dengan jangkauan hingga 145 km.
Rusia bereaksi keras terhadap langkah tersebut. Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov menegaskan bahwa setiap kargo berisi senjata yang dikirim ke Ukraina akan menjadi target sah militer Rusia. “Setiap pengiriman senjata Barat hanya akan memperburuk konflik dan menarik NATO lebih jauh ke dalam perang,” kata Lavrov.
Moskow menilai kebijakan baru AS itu berpotensi menghambat negosiasi damai dan justru memperpanjang ketegangan. Sementara itu, Ukraina menilai tambahan rudal jarak jauh sangat krusial untuk memperkuat pertahanan menghadapi serangan Rusia yang terus berlanjut di wilayah timur dan selatan.
Paket persenjataan ini menjadi salah satu yang terbesar sejak perang Rusia-Ukraina meletus pada Februari 2022. Dengan dukungan militer baru dari AS, Ukraina diharapkan dapat meningkatkan kemampuan tempurnya, meski berisiko memicu eskalasi lebih luas di kawasan.