Tanjungpinang – Dalam suasana yang hangat di kaki Gunung Bintan, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra membuka Festival Sastra Internasional Gunung Bintan (FSIGB) 2025, pada Selasa (28/10/2025) malam.
Ia menegaskan bahwa sastra bukan hanya sekadar kumpulan kata indah, melainkan juga jembatan diplomasi budaya untuk memperkuat citra Indonesia di mata dunia sekaligus melestarikan warisan Melayu.
Menurut Yusril, festival ini menjadi simbol pertemuan antara kebebasan berekspresi dan nilai kemanusiaan. “Sastra adalah manifestasi tertinggi kebebasan manusia. Bahkan penderitaan pun bisa dijahit menjadi keindahan melalui puisi. Sastra memanusiakan manusia, dan sejalan dengan semangat membangun kesadaran hukum serta HAM di masyarakat,” ujarnya di hadapan para sastrawan dari berbagai negara.
Ia menambahkan, kehadiran para penulis dan penyair dari Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, hingga negara lain membuktikan bahwa Kepulauan Riau kini telah menjadi bagian dari jejaring sastra global.
“Ini bukan sekadar festival, tapi panggung persaudaraan budaya. Kita generasi penerus yang wajib melanjutkan tradisi sastra Melayu,” tambahnya dengan nada optimistis.
Ketua Panitia FSIGB, Rida K. Liamsi, menjelaskan bahwa festival ini telah menjadi agenda tahunan sejak pertama kali digelar pada 2018.
“Gunung Bintan dipilih sebagai simbol karena menjadi saksi lahirnya banyak pujangga besar seperti Raja Ali Haji, Engku Muda Raja Ibrahim, hingga Sutardji Calzoum Bachri,” ujarnya.
Rida menegaskan, semangat “takkan Melayu hilang di bumi” menjadi ruh dari penyelenggaraan FSIGB. Festival yang berlangsung pada 28–31 Oktober 2025 ini menghadirkan panggung baca puisi, seminar kesusastraan, serta bedah buku lintas negara.
Kehadiran Yusril dalam pembukaan festival menjadi penanda kuat bahwa sastra kini kembali menjadi bagian dari diplomasi kebudayaan Indonesia. Melalui bahasa, narasi, dan puisi, Gunung Bintan seolah menjadi mercusuar kecil yang menyalakan kembali semangat persaudaraan Nusantara.
