Jakarta – Gelombang kampanye “No Buy Challenge 2025” melanda media sosial Indonesia di penghujung tahun 2024. Kampanye ini mengajak masyarakat untuk mengurangi konsumsi barang dan jasa sepanjang tahun 2025, yang dilatarbelakangi ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan pemerintah seperti kenaikan PPN dan biaya hidup lainnya.
No Buy Challenge yang viral di TikTok digunakan hampir 50 juta kali, menandakan tingginya antusiasme masyarakat terhadap tantangan ini. Beberapa warganet membuat daftar barang yang tidak akan dibeli selama setahun, seperti dekorasi rumah musiman, kopi take-away, hingga produk kecantikan, demi berhemat dan mengurangi dampak konsumsi berlebih.
“Ini bukan sekadar soal ekonomi, tapi juga melawan budaya konsumerisme yang makin parah,” ujar Cempaka Asriani, salah satu pelopor kampanye ini. Cempaka, yang dikenal sebagai pengusaha mode berkelanjutan, mengaku dulunya seorang shopaholic. Ia kini menganut gaya hidup minimalis dan merasa lebih bahagia serta bebas dari tekanan sosial untuk terus membeli barang.
Menurut Robertus Robet, dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), kampanye ini mencerminkan upaya kelas menengah menghadapi ketidakpastian finansial. “Gerakan ini merupakan respons atas tekanan ekonomi, seperti inflasi, kenaikan biaya hidup, dan ekonomi serabutan yang semakin mendunia,” ungkapnya.
Selain alasan finansial, kampanye ini juga menjadi wujud kritik terhadap konsumerisme dan kesadaran akan krisis lingkungan. Dalam konteks ini, minimalisme dianggap sebagai cara hidup yang lebih ramah lingkungan dan memprioritaskan kesejahteraan mental.
Cynthia Suci Lestari, pendiri komunitas minimalisme “Lyfe With Less”, mengungkapkan bahwa gerakan ini memiliki makna mendalam. “No Buy Challenge adalah cara untuk mendidik diri agar bijak berkonsumsi. Fokusnya bukan hanya menghemat uang, tapi juga memaksimalkan barang yang sudah dimiliki,” ujar Cynthia.
Namun, tidak sedikit yang meragukan efektivitas kampanye ini. Menurut Robet, dampak jangka panjangnya pada ekonomi masih belum terlihat signifikan, mengingat konsumerisme tetap mendominasi pasar global.
Meski demikian, kampanye “No Buy Challenge 2025” memberikan titik tolak bagi masyarakat untuk melawan konsumsi berlebihan di tengah ketidakpastian ekonomi. Dengan meningkatnya kesadaran kolektif, gaya hidup minimalis dapat menjadi alternatif untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan material dan kebahagiaan batin
